• About

      Selasa, 02 Oktober 2012

      MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA







      PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 

      NOMOR   14   TAHUN 2012 

      TENTANG 

      MANAJEMEN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA 


      DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 

      KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, 

      Menimbang  :  a.  bahwa Kepolisian Negara  Republik Indonesia merupakan alat 
      negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan 
      ketertiban, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, 
      pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka 
      memelihara keamanan dalam negeri; 

      b.  bahwa dalam melaksanakan  tugas penegakan hukum,  penyidik 
      Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai tugas, fungsi, 
      dan wewenang di bidang  penyidikan  tindak pidana, yang 
      dilaksanakan secara profesional, transparan, dan akuntabel 
      terhadap setiap perkara pidana guna terwujudnya supremasi 
      hukum yang mencerminkan rasa keadilan; 

      c.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam 
      huruf a  dan  huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala 
      Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Manejemen 
      Penyidikan Tindak Pidana; 

      Mengingat  :  1.  Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara 
      Pidana  (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981     
      Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
      Nomor 3209); 

      2.  Undang-Undang Nomor  2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara 
      Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 
      2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 
      Nomor 4168); 

      3.  Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010 tentang Susunan 
      Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia;  

      MEMUTUSKAN: 

      Menetapkan  :  PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK 
      INDONESIA TENTANG MANAJEMEN  PENYIDIKAN TINDAK 
      PIDANA. 
      BAB ... 

       2 



      BAB  I 

      KETENTUAN UMUM 

      Pasal 1 

      Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan: 
      1.  Kepolisian Negara Republik Indonesia  yang selanjutnya disingkat Polri adalah 
      alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban 
      masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman 
      dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan 
      dalam negeri. 
      2.  Penyidikan adalah serangkaian tindakan  penyidik  dalam hal dan menurut cara 
      yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti 
      yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan 
      guna menemukan tersangkanya. 
      3.  Manajemen  Penyidikan adalah serangkaian kegiatan  penyidikan  yang meliputi 
      perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.  
      4.  Penyidik  adalah Pejabat  Polri  yang diberi wewenang  khusus  oleh  undang-
      undang untuk melakukan penyidikan. 
      5.  Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang karena diberi wewenang tertentu 
      dapat melakukan tugas penyidikan. 
      6.  Atasan Penyidik adalah Pejabat Polri yang berperan selaku penyidik, dan secara 
      struktural membawahi langsung penyidik/penyidik pembantu. 
      7.  Tindak Pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum berupa kejahatan atau 
      pelanggaran yang diancam dengan hukuman pidana penjara, kurungan atau 
      denda.  
      8.  Penyelidik adalah pejabat  Polri  yang diberi wewenang oleh undang-undang 
      untuk melakukan penyelidikan. 
      9.  Penyelidikan  adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan 
      menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna 
      menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur 
      dalam undang-undang. 
      10.  Tersangka  adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, 
      berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.  
      11.  Saksi  adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan 
      penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang 
      didengar, dilihat dan atau dialami sendiri. 
      12.  Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki 
      keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu 
      perkara pidana. 

      13.    Petunjuk ….. 3 



      13.  Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, 
      baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu 
      sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa 
      pelakunya. 
      14.  Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang  karena hak 
      atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang 
      tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. 
      15.  Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang 
      berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut 
      hukum yang berlaku terhadap seseorang yang telah melakukan tindak pidana 
      yang merugikannya. 
      16.  Laporan Polisi adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas Polri tentang 
      adanya suatu peristiwa yang diduga terdapat pidananya  baik yang ditemukan 
      sendiri maupun melalui pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena 
      hak atau kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan. 
      17.  Surat Pemberitahuan Dimulainya  Penyidikan yang selanjutnya disingkat  SPDP 
      adalah surat  pemberitahuan kepada Kepala Kejaksaan  tentang  dimulainya 
      penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polri. 
      18.  Tertangkap Tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu sedang 
      melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat setelah 
      tindak pidana itu dilakukan atau sesaat kemudian diserukan oleh  khalayak   
      ramai  sebagai  orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian 
      padanya diketemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk 
      melakukan tindak pidana yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya        
      atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu. 
      19.  Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat TKP adalah tempat dimana 
      suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat lain dimana 
      tersangka  dan/atau  korban  dan/atau barang bukti yang berhubungan dengan 
      tindak pidana tersebut dapat ditemukan. 
      20.  Barang Bukti adalah barang-barang baik yang berwujud, bergerak atau tidak 
      bergerak yang dapat dijadikan alat bukti dan fungsinya untuk diperlihatkan 
      kepada  terdakwa  ataupun  saksi  dipersidangan guna mempertebal keyakinan 
      Hakim dalam menentukan kesalahan terdakwa. 
      21.  Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti 
      yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan 
      tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan. 
      22.  Bukti yang cukup adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 2 (dua) alat bukti 
      yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan 
      tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penahanan.  
      23.  Alat bukti yang sah adalah keterangan  saksi,  keterangan ahli, surat, petunjuk, 
      dan keterangan terdakwa. 


      Pasal ….. 
       4 



      Pasal 2 

      Tujuan dari peraturan ini: 
      a.  sebagai pedoman dalam penyelenggaraan manajemen penyidikan tindak pidana 
      di lingkungan Polri;  
      b.  terselenggaranya manajemen  penyidikan  yang meliputi  perencanaan, 
      pengorganisasian,  pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian  secara efektif 
      dan efisien; dan 
      c.  sebagai  evaluasi  penilaian kinerja  penyidik dalam proses penyidikan  tindak 
      pidana guna terwujudnya tertib administrasi Penyidikan dan kepastian hukum. 

      Pasal 3 

      Prinsip-prinsip dalam peraturan ini: 
      a.  legalitas, yaitu proses  penyelidikan dan  penyidikan  yang dilakukan sesuai 
      ketentuan peraturan perundang-undangan; 
      b.  profesional, yaitu penyidik/penyidik pembantu dalam melaksanakan tugas, fungsi 
      dan wewenang penyidikan sesuai kompetensi yang dimiliki;  
      c.  proporsional, yaitu setiap  penyidik/penyidik pembantu  dalam melaksanakan 
      tugas sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya; 
      d.  prosedural, yaitu proses  penyelidikan dan penyidikan  dilaksanakan sesuai 
      mekanisme dan tata cara yang diatur dalam  ketentuan peraturan perundang-
      undangan;  
      e.  transparan, yaitu proses  penyelidikan dan  penyidikan dilakukan secara terbuka 
      yang dapat diketahui perkembangan penanganannya oleh masyarakat; 
      f.  akuntabel, yaitu proses  penyelidikan dan  penyidikan  yang dilakukan dapat 
      dipertanggungjawabkan; dan 
      g.  efektif dan efisien, yaitu  penyidikan  dilakukan secara cepat, tepat, murah dan 
      tuntas.   

      BAB II 

      PROSES PENYIDIKAN TINDAK PIDANA 

      Bagian Kesatu 
      Dasar 

      Pasal 4 

      Dasar dilakukan Penyidikan: 
      a.  laporan polisi/pengaduan; 
      b.  surat perintah tugas; 
      c.  laporan hasil penyelidikan (LHP); 
      d.  surat perintah penyidikan; dan 
      e.  SPDP. 
      Pasal ….. 
       5 



      Pasal 5 

      (1)   Laporan Polisi/Pengaduan terdiri dari: 
      a.  Laporan Polisi Model A; dan 
      b.  Laporan Polisi Model B. 

      (2)   Laporan Polisi Model A  sebagaimana    dimaksud pada ayat (1) huruf a  adalah 
      Laporan Polisi yang dibuat oleh anggota Polri yang mengalami, mengetahui atau 
      menemukan langsung peristiwa yang terjadi. 

      (3)  Laporan Polisi Model B  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) huruf b  adalah 
      Laporan Polisi  yang dibuat oleh  anggota Polri atas  laporan/pengaduan yang 
      diterima dari masyarakat. 

      Pasal 6 

      Surat perintah tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b, sekurang-
      kurangnya memuat: 
      a.  dasar penugasan; 
      b.  identitas petugas; 
      c.  jenis penugasan;  
      d.  lama waktu penugasan; dan 
      e.  pejabat pemberi perintah. 

      Pasal 7 

      (1)  LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, dibuat oleh  tim penyelidik 
        dan ditandatangani oleh ketua tim penyelidik. 

      (2)  LHP sekurang-kurangnya berisi laporan tentang waktu, tempat kegiatan,  hasil 
      penyelidikan, hambatan, pendapat dan saran. 

      Pasal 8 

      Surat perintah  penyidikan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf d, sekurang-
      kurangnya memuat: 
      a.  dasar penyidikan; 
      b.  identitas petugas tim penyidik; 
      c.  jenis perkara yang disidik;  
      d.  waktu dimulainya penyidikan; dan 
      e.  identitas penyidik selaku pejabat pemberi perintah. 


      Bagian ….. 
       6 



      Bagian Kedua 
      Administrasi Penyelidikan dan Penyidikan 

      Pasal 9 

      Administrasi penyelidikan, meliputi: 
      a.  surat perintah tugas; 
      b.  surat perintah penyelidikan; dan 
      c.  LHP. 

      Pasal 10 

      (1)  Administrasi  penyidikan  merupakan penatausahaan dan segala kelengkapan 
      yang disyaratkan undang-undang dalam proses penyidikan meliputi pencatatan, 
      pelaporan, pendataan, dan pengarsipan atau dokumentasi  untuk menjamin 
      ketertiban, kelancaran, dan keseragaman  administrasi baik untuk kepentingan 
      peradilan, operasional maupun pengawasan Penyidikan, meliputi: 
      a.  sampul berkas perkara; 
      b.  isi berkas perkara, meliputi; 
      1.  daftar isi; 
      2.  resume; 
      3.  laporan polisi; 
      4.  surat perintah tugas; 
      5.  surat perintah Penyidikan; 
      6.  SPDP; 
      7.  berita acara pemeriksaan TKP;  
      8.  surat panggilan saksi/ahli; 
      9.  surat perintah membawa saksi;  
      10.  berita acara membawa dan menghadapkan saksi; 
      11.  berita acara penyumpahan saksi/ahli; 
      12.  berita acara pemeriksaan saksi/ahli; 
      13.  surat panggilan tersangka; 
      14.  surat perintah penangkapan; 
      15.  berita acara penangkapan; 
      16.  berita acara pemeriksaan tersangka;   
      17.  berita acara konfrontasi; 
      18.  berita acara rekonstruksi; 
      19.  surat permintaan bantuan penangkapan;  
      20.  berita acara  penyerahan tersangka; 
      21.   surat ….. 
       7 



      21.  surat perintah pelepasan tersangka;  
      22.  berita acara pelepasan tersangka; 
      23.  surat perintah penahanan; 
      24.  berita acara penahanan; 
      25.  surat permintaan perpanjangan penahanan kepada  jaksa penuntut 
      umum (JPU) dan hakim; 
      26.  surat penetapan perpanjangan penahanan; 
      27.  berita acara perpanjangan penahanan; 
      28.  surat pemberitahuan perpanjangan penahanan kepada keluarga 
      tersangka; 
      29.  surat perintah pengeluaran tahanan;  
      30.  berita acara pengeluaran tahanan;  
      31.  surat perintah pembantaran penahanan; 
      32.  berita acara pembantaran penahanan; 
      33.  surat perintah pencabutan pembantaran penahanan; 
      34.  berita acara pencabutan pembantaran penahanan; 
      35.  surat perintah penahanan lanjutan; 
      36.  berita acara penahanan lanjutan; 
      37.  surat permintaan izin/izin khusus penggeledahan kepada  ketua 
      pengadilan;  
      38.  surat perintah penggeledahan; 
      39.  surat permintaan persetujuan penggeledahan kepada ketua 
      pengadilan;  
      40.  berita acara penggeledahan rumah tinggal/tempat tertutup lainnya;  
      41.  surat permintaan  izin/izin khusus penyitaan kepada ketua 
      pengadilan;  
      42.  surat permintaan persetujuan penyitaan kepada ketua pengadilan; 
      43.  surat perintah penyitaan; 
      44.  berita acara penyitaan;   
      45.  surat permintaan persetujuan Presiden, Mendagri, Jaksa Agung, 
      Gubernur, Majelis Pengawas Daerah (Notaris) untuk melakukan 
      pemanggilan/pemeriksaan terhadap pejabat tertentu; 
      46.  surat perintah pembungkusan, penyegelan dan pelabelan barang 
      bukti; 
      47.  berita acara pembungkusan, penyegelan dan pelabelan barang 
      bukti; 
      48.  surat perintah pengembalian barang bukti; 
      49.  berita acara pengembalian barang bukti; 
      50.   surat ….. 8 



      50.  surat permintaan bantuan pemeriksaan laboratorium forensik 
      (labfor); 
      51.  surat hasil pemeriksaan labfor;  
      52.  surat permintaan bantuan pemeriksaan identifikasi; 
      53.  surat hasil pemeriksaan identifikasi; 
      54.  surat pengiriman berkas perkara; 
      55.  tanda terima berkas perkara; 
      56.  surat pengiriman tersangka dan barang bukti; 
      57.  berita acara serah terima tersangka dan barang bukti; 
      58.  surat bantuan penyelidikan; 
      59.  daftar saksi; 
      60.  daftar tersangka; 
      61.  daftar barang bukti;  
      62.  surat permintaan blokir rekening bank; 
      63.  berita acara blokir rekening bank; 
      64.  surat permintaan pembukaan blokir rekening bank; 
      65.  berita acara pembukaan blokir rekening bank; 
      66.  Surat permintaan penangkapan  tersangka  yang masuk Daftar 
      Pencarian Orang (DPO) . 
      67.  surat pencabutan permintaan penangkapan  tersangka yang masuk 
      Daftar Pencarian Orang (DPO); 
      68.  surat permintaan pencarian barang sesuai Daftar Pencarian Barang 
      (DPB); 
      69.  surat pencabutan permintaan pencarian barang sesuai Daftar 
      Pencarian Barang (DPB); 
      70.  surat permintaan cegah dan tangkal (cekal); 
      71.  surat pencabutan cekal; 
      72.  surat penitipan barang bukti; 
      73.  surat perintah penyisihan barang bukti; 
      74.  berita acara penyisihan barang bukti; 
      75.  surat perintah pelelangan barang bukti; 
      76.  berita acara pelelangan barang bukti; 
      77.  surat perintah pemusnahan barang bukti; 
      78.  berita acara pemusnahan barang bukti; 
      79.  surat perintah penitipan barang bukti; dan 
      80.  berita acara penitipan barang bukti. 

      (2)    Isi ..... 9 



      (2)  Isi berkas perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, bilamana 
      diperlukan dapat ditambahkan berita acara perekaman suara dan/atau gambar. 

      (3)  Selain  administrasi penyidikan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, 
      administrasi penyidikan  yang dapat dilampirkan  di  dalam berkas perkara 
      meliputi: 
      a.  surat perintah penyelidikan; 
      b.  LHP; 
      c.  kartutik kejahatan/pelanggaran; 
      d.  kartu sidik jari; dan 
      e.  foto Tersangka dalam 3 (tiga) posisi. 

      (4)  Administrasi penyidikan yang tidak termasuk dalam berkas perkara, meliputi: 
      a.  surat perintah penghentian penyidikan; 
      b.  surat ketetapan penghentian penyidikan; 
      c.  surat pemberitahuan penghentian penyidikan; 
      d.  surat pelimpahan berkas perkara penyidikan kepada instansi lain;  
      e.  berita acara pelimpahan berkas perkara  penyidikan  kepada instansi lain; 
      dan 
      f.  Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP). 

      Bagian Ketiga 
      Penyelidikan 

      Pasal 11 

      (1)  Kegiatan penyelidikan dilakukan: 
      a.  sebelum ada Laporan Polisi/Pengaduan; dan 
      b.  sesudah ada Laporan Polisi/Pengaduan atau dalam rangka penyidikan. 

      (2)  Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan 
      untuk mencari dan menemukan Tindak Pidana. 

      (3)  Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan 
      bagian atau salah satu cara dalam melakukan penyidikan untuk:  
      a.  menentukan suatu peristiwa yang terjadi merupakan  tindak pidana  atau 
      bukan;  
      b.  membuat terang suatu perkara sampai dengan menentukan pelakunya; 
      dan 
      c.  dijadikan sebagai dasar melakukan upaya paksa. 

      Pasal … 
       10 



      Pasal 12 

      (1)  Kegiatan penyelidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 meliputi: 
      a.  pengolahan TKP; 
      b.  pengamatan (observasi); 
      c.  wawancara (interview); 
      d.  pembuntutan (surveillance); 
      e.  penyamaran (under cover); 
      f.  pelacakan (tracking); dan 
      g.  penelitian dan analisis dokumen. 

      (2)  Sasaran penyelidikan meliputi: 
      a.  orang; 
      b.  benda atau barang; 
      c.  tempat; 
      d.  peristiwa/kejadian; dan 
      e.  kegiatan.  

      Pasal 13 

      (1)  Petugas penyelidik dalam melaksanakan tugas penyelidikan, wajib dilengkapi 
      dengan surat perintah penyelidikan yang  ditandatangani oleh atasan penyelidik 
      selaku Penyidik. 

      (2)  Petugas penyelidik wajib membuat laporan hasil penyelidikan  kepada pejabat 
      pemberi perintah. 

      (3)  Laporan hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan 
      secara tertulis, atau lisan yang  ditindaklanjuti dengan laporan secara tertulis 
      paling lambat 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam. 

      Bagian Keempat 
      Penyidikan 

      Pasal 14 

      (1)  Penyidikan tindak pidana dilaksanakan berdasarkan  Laporan Polisi  dan surat 
      perintah penyidikan. 

      (2)  Laporan  Polisi  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterima Sentra 
      Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) atau Siaga Bareskrim Polri dibuat dalam 
      bentuk Laporan Polisi Model A atau Laporan Polisi Model B. 

      (3)  Setelah  Laporan Polisi  dibuat,  penyidik/penyidik pembantu  yang bertugas                 
      di SPKT atau Siaga Bareskrim Polri segera menindaklanjuti dengan melakukan 
      pemeriksaan terhadap pelapor dalam bentuk berita acara pemeriksaan  saksi 
      pelapor.  
      (4)    Kepala ….. 11 



      (4)  Kepala SPKT atau Kepala Siaga Bareskrim Polri segera meneruskan laporan 
      polisi dan berita acara pemeriksaan saksi pelapor  sebagaimana dimaksud pada 
      ayat (3) kepada: 
      a.  Karobinops Bareskrim Polri untuk laporan yang diterima di Mabes Polri; 
      b.  Direktur Reserse Kriminal Polda untuk laporan yang diterima di SPKT 
      Polda sesuai jenis perkara yang dilaporkan;  
      c.  Kapolres/Wakapolres untuk laporan yang diterima di SPKT Polres; dan 
      d.  Kapolsek/Wakapolsek untuk laporan yang diterima di SPKT Polsek. 

      (5)  Laporan  Polisi dan berita acara pemeriksaan  saksi  pelapor sebagaimana 
      dimaksud pada ayat (4) dapat dilimpahkan ke kesatuan yang lebih rendah  atau 
      sebaliknya dapat ditarik ke kesatuan lebih tinggi.   

      Pasal 15 

      Kegiatan penyidikan dilaksanakan secara bertahap meliputi: 
      a.  penyelidikan; 
      b.  pengiriman SPDP; 
      c.  upaya paksa; 
      d.  pemeriksaan; 
      e.  gelar perkara; 
      f.  penyelesaian berkas perkara; 
      g.  penyerahan berkas perkara ke penuntut umum; 
      h.  penyerahan tersangka dan barang bukti; dan 
      i.  penghentian Penyidikan. 

      BAB III 

      MANAJEMEN PENYIDIKAN 

      Bagian Kesatu 
      Perencanaan 

      Pasal 16 

      (1)  Sebelum melakukan penyelidikan, penyelidik wajib membuat rencana 
      penyelidikan. 

      (2)  Rencana penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  sekurang-
      kurangnya memuat:  
      a.  surat perintah penyelidikan; 
      b.  jumlah dan identitas  penyidik/penyelidik  yang akan melaksanakan 
      penyelidikan; 

      c.    objek ….. 12 



      c.  objek, sasaran dan target hasil penyelidikan; 
      d.  kegiatan yang akan dilakukan dalam penyelidikan dengan metode sesuai 
      ketentuan peraturan perundang-undangan; 
      e.  peralatan, perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan  kegiatan 
      penyelidikan; 
      f.  waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan; dan 
      g.  kebutuhan anggaran penyelidikan. 

      Pasal 17 

      (1)  Sebelum melakukan penyidikan, penyidik wajib membuat rencana penyidikan. 

      (2)  Rencana  penyidikan  sebagaimana dimaksud pada  ayat (1)  diajukan kepada 
      atasan penyidik secara berjenjang sekurang-kurangnya memuat:  
      a.  jumlah dan identitas penyidik; 
      b.  sasaran/target penyidikan; 
      c.  kegiatan yang akan dilakukan sesuai tahap penyidikan; 
      d.  karakteristik dan anatomi perkara yang akan disidik; 
      e.  waktu penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara; 
      f.  kebutuhan anggaran penyidikan; dan 
      g.  kelengkapan administrasi penyidikan. 

      (3)  Rencana penyidikan  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimaksudkan untuk 
      melaksanakan penyidikan agar profesional, efektif dan efisien. 
        
      (4)  Tingkat kesulitan penyidikan perkara ditentukan berdasarkan kriteria: 
      a.  perkara mudah; 
      b.  perkara sedang; 
      c.  perkara sulit; dan 
      d.  perkara sangat sulit. 

      Pasal 18 

      (1)  Kriteria perkara mudah antara lain: 
      a.  saksi cukup; 
      b.  alat bukti cukup;  
      c.  tersangka sudah diketahui atau ditangkap; dan 
      d.  proses penanganan relatif cepat. 

      (2)  Kriteria perkara sedang antara lain: 
      a.  saksi cukup; 
      b.  terdapat barang bukti petunjuk yang mengarah keterlibatan tersangka;  
      c.    identitas ….. 13 



      c.  identitas dan keberadaan  tersangka  sudah diketahui dan mudah 
      ditangkap; 
      d.  tersangka tidak merupakan bagian dari pelaku kejahatan terorganisir;  
      e.  tersangka tidak terganggu kondisi kesehatannya; dan 
      f.  tidak diperlukan keterangan ahli, namun apabila diperlukan ahli  mudah 
      didapatkan. 

      (3)  Kriteria perkara sulit antara lain: 
      a.  saksi  tidak mengetahui secara langsung tentang tindak pidana yang 
      terjadi; 
      b.  tersangka  belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya 
      atau memiliki jabatan tertentu; 
      c.  tersangka dilindungi kelompok tertentu atau bagian dari pelaku kejahatan 
      terorganisir; 
      d.  barang Bukti yang berhubungan langsung dengan perkara sulit didapat; 
      e.  diperlukan keterangan ahli yang dapat mendukung pengungkapan 
      perkara; 
      f.  diperlukan peralatan khusus dalam penanganan perkaranya;  
      g.  tindak pidana yang dilakukan terjadi di beberapa tempat; dan 
      h.  memerlukan waktu penyidikan yang cukup. 

      (4)  Kriteria perkara sangat sulit antara lain: 
      a.  belum ditemukan  saksi  yang berhubungan langsung dengan tindak 
      pidana; 
      b.  saksi belum diketahui keberadaannya; 
      c.  saksi atau tersangka berada di luar negeri; 
      d.  TKP di beberapa negara/lintas negara; 
      e.  tersangka berada di luar negeri dan belum ada perjanjian ekstradisi;  
      f.  barang Bukti berada di luar negeri dan tidak bisa disita; 
      g.  tersangka  belum diketahui identitasnya atau terganggu kesehatannya 
      atau memiliki jabatan tertentu; dan 
      h.  memerlukan waktu penyidikan yang relatif panjang. 

      Pasal 19 

      Penanganan perkara   sesuai kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (4), 
      ditentukan sebagai berikut: 
      a.  tingkat Mabes Polri dan Polda menangani perkara sulit dan sangat sulit; 
      b.  tingkat Polres menangani perkara mudah, sedang dan sulit; dan  
      c.  tingkat Polsek menangani perkara mudah dan sedang. 

      Bagian ….. 
       14 



      Bagian Kedua 
      Pengorganisasian  

      Pasal 20 

      (1)  Atasan penyidik selaku penyidik wajib mengorganisir seluruh sumber daya yang 
      tersedia, untuk: 
      a.  pembentukan tim penyelidik dari: 
      1.  fungsi Reskrim; 
      2.  fungsi kepolisian lainnya; dan 
      3.  bantuan teknis kepolisian;  
      b.  dukungan anggaran penyelidikan; dan 
      c.  dukungan peralatan. 

      (2)  Tim penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dapat meminta 
      bantuan dari instansi terkait. 

      Pasal 21 

      (1)  Atasan penyidik selaku penyidik wajib mengorganisir seluruh sumber daya yang 
      tersedia, untuk: 
      a.  pembentukan tim penyidik; 
      b.  dukungan anggaran penyidikan; dan 
      c.  dukungan peralatan. 

      (2)  Pembentukan tim penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, 
      disesuaikan dengan kompetensi penyidik dan kriteria tingkat kesulitan perkara 
      yang ditangani, dan dapat dibentuk tim penyidik gabungan dari beberapa satuan 
      fungsi Reskrim (join investigation team). 

      (3)  Tim penyidik dapat dibantu oleh tim bantuan teknis dan tenaga ahli. 

      Pasal 22 

      (1)  Tim penyelidik atau tim penyidik terdiri dari: 
      a.  ketua; 
      b.  wakil ketua; dan 
      c.  anggota. 

      (2)  Personel yang ditunjuk dalam tim penyelidik atau tim penyidik harus memiliki 
      kompetensi, integritas dan kapabilitas, sesuai dengan perkara yang ditangani. 

      (3)  Tim penyelidik atau tim penyidik dibentuk dengan surat perintah. 

      Pasal ….. 
       15 



      Pasal 23 

      Satuan fungsi Reskrim  yang lebih tinggi dapat mendukung satuan bawah guna 
      memberikan bantuan penyidikan  (back-up) berupa personel, peralatan,  dan anggaran 
      dalam rangka mempercepat penyelesaian perkara.  

      Bagian Ketiga 
      Pelaksanaan 

      Paragraf 1 
      Penyelidikan 

      Pasal 24 

      Penyelidikan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a  dilaksanakan melalui 
      kegiatan: 
      a.  pengolahan TKP: 
      1.  mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk, barang bukti, identitas 
      tersangka, dan Saksi/korban untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya; 
      2.  mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti; dan 
      3.  memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi; 
      b.  pengamatan (observasi): 
      1.  melakukan pengawasan terhadap objek, tempat, dan lingkungan tertentu 
      untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan; dan 
      2.  mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang sudah ada 
      berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang diketahui sebelumnya; 
      c.  wawancara (interview): 
      1.  mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tertentu melalui teknik 
      wawancara secara tertutup maupun terbuka; dan 
      2.  mendapatkan kejelasan tindak pidana yang terjadi dengan cara mencari 
      jawaban atas pertanyaan siapa, apa, dimana, dengan apa, mengapa, 
      bagaimana, dan bilamana; 
      d.  pembuntutan (surveillance): 
      1.  mengikuti seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana atau 
      orang lain yang dapat mengarahkan kepada pelaku tindak pidana;  
      2.  mencari tahu aktivitas, kebiasaan, lingkungan, atau jaringan pelaku tindak 
      pidana; dan 
      3.  mengikuti distribusi barang atau tempat penyimpanan barang hasil 
      kejahatan; 

      e.   pelacakan ….. 16 



      e.  pelacakan (tracking): 
      1.  mencari dan mengikuti keberadaan pelaku tindak pidana dengan 
      menggunakan teknologi informasi;  
      2.  melakukan pelacakan melalui kerja sama dengan Interpol, kementerian/ 
      lembaga/badan/komisi/instansi terkait; dan 
      3.  melakukan pelacakan aliran dana yang diduga dari hasil kejahatan; 
      f.  penyamaran (undercover): 
      1.  menyusup ke dalam lingkungan tertentu tanpa diketahui identitasnya 
      untuk memperoleh bahan keterangan atau informasi; 
      2.  menyatu dengan kelompok tertentu untuk memperoleh peran dari 
      kelompok tersebut, guna mengetahui aktivitas para pelaku tindak pidana; 
      dan 
      3.  khusus kasus peredaran narkoba, dapat digunakan teknik penyamaran 
      sebagai calon pembeli (undercover buy),  penyamaran untuk dapat 
      melibatkan diri dalam distribusi narkoba sampai tempat tertentu (controlled 
      delivery),  penyamaran disertai penindakan/pemberantasan (raid planning 
      execution); 
      g.  penelitian dan analisis dokumen, yang dilakukan terhadap kasus-kasus tertentu 
      dengan cara: 
      1.  mengkompulir dokumen yang diduga ada kaitan dengan tindak pidana; 
      dan 
      2.  meneliti dan menganalisis dokumen yang diperoleh guna menyusun 
      anatomi perkara tindak pidana serta modus operandinya. 

      Paragraf 2 
      SPDP 

      Pasal 25 

      (1)  SPDP  sebagaimana  dimaksud dalam Pasal  15  huruf  b, dibuat dan dikirimkan 
      setelah terbit surat perintah penyidikan. 

      (2)  SPDP sekurang-kurangnya memuat: 
      a.  dasar penyidikan berupa laporan polisi dan surat perintah penyidikan; 
      b.  waktu dimulainya penyidikan; 
      c.  jenis perkara, pasal yang dipersangkakan dan uraian singkat tindak 
      pidana yang disidik;  
      d.  identitas tersangka (apabila identitas tersangka sudah diketahui); dan 
      e.  identitas pejabat yang menandatangani SPDP. 


      Paragraf ….. 
       17 



      Paragraf 3 
      Upaya Paksa 

      Pasal 26 

      Upaya paksa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf c meliputi: 
      a.  pemanggilan; 
      b.  penangkapan; 
      c.  penahanan; 
      d.  penggeledahan;  
      e.  penyitaan; dan 
      f.  pemeriksaan surat. 

      Pasal 27 

      (1)  Pemanggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dilakukan secara 
      tertulis dengan menerbitkan surat panggilan atas dasar  Laporan Polisi, laporan 
      hasil penyelidikan, dan pengembangan hasil pemeriksaan yang tertuang dalam 
      berita acara. 

      (2)  Surat panggilan ditandatangani oleh  penyidik  atau atasan  penyidik  selaku 
      penyidik. 

      (3)  Surat panggilan disampaikan dengan memperhitungkan tenggang waktu yang 
      cukup  paling lambat  3  (tiga)  hari  sudah diterima sebelum waktu untuk datang 
      memenuhi panggilan. 

      (4)  Surat panggilan sedapat mungkin diserahkan kepada yang bersangkutan disertai 
      dengan tanda terima, kecuali dalam hal: 
      a.  yang bersangkutan tidak ada di tempat, surat panggilan diserahkan 
      melalui keluarganya, kuasa hukum, ketua RT/RW/lingkungan, atau kepala 
      desa atau orang lain yang dapat menjamin bahwa surat panggilan 
      tersebut segera akan disampaikan kepada yang bersangkutan; dan 
      b.  seseorang yang dipanggil berada di luar wilayah hukum kesatuan Polri 
      yang memanggil, maka surat panggilan dapat disampaikan melalui 
      kesatuan Polri tempat tinggal yang bersangkutan atau dikirimkan melalui 
      pos/jasa pengiriman surat dengan disertai bukti penerimaan pengiriman. 

      (5)  Dalam hal yang dipanggil tidak datang kepada penyidik  tanpa alasan yang sah, 
      penyidik membuat surat panggilan kedua. 

      (6)  Apabila  panggilan  kedua tidak datang sesuai waktu yang telah ditetapkan, 
      penyidik menerbitkan surat perintah membawa. 

      Pasal 28 

      (1)  Pemanggilan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di luar 
      negeri, dilakukan melalui perwakilan Negara Republik Indonesia  tempat domisili 
      orang yang dipanggil. 
      (2)   Pemanggilan ….. 18 



      (2)  Pemanggilan terhadap Warga Negara Asing (WNA) yang berada di luar negeri, 
      dilakukan melalui perwakilan negaranya di Indonesia. 

      (3)  Pengiriman surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) 
      diberikan dengan memperhitungkan tenggang waktu yang cukup dan dilengkapi 
      dengan tanda terima pengiriman. 

      Pasal 29 

      (1)  Surat panggilan kepada  ahli  dikirim oleh  penyidik  kepada  seseorang yang 
      memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk  membuat terang 
      suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan, secara langsung kepada 
      yang bersangkutan atau melalui institusinya. 

      (2)  Sebelum surat panggilan kepada ahli dikirimkan, demi kelancaran pemeriksaan, 
      penyidik melakukan koordinasi dengan ahli yang akan dipanggil guna keperluan: 
      a.  memberikan informasi awal tentang perkara yang sedang disidik; 
      b.  memberikan informasi tentang penjelasan yang diharapkan dari ahli; dan 
      c.  untuk menentukan waktu dan tempat pemeriksaan ahli. 

      Pasal 30 

      Dalam hal  Saksi  atau  Ahli bersedia hadir untuk memberikan keterangan tanpa surat 
      panggilan, surat panggilan dapat dibuat dan ditandatangani oleh  penyidik  dan  saksi 
      atau ahli, sesaat sebelum pemeriksaan dilakukan.  

      Pasal 31 

      (1)  Tersangka yang telah  dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka penyidikan 
      perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak jelas keberadaannya, 
      dapat dicatat di dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan dibuatkan Surat 
      Pencarian Orang. 

      (2)  Pejabat yang berwenang menandatangani DPO: 
      a.  Reskrim: 
      1.  para Direktur pada Bareskrim Polri; 
      2.  para Direktur Reskrim Polda; dan 
      3.  para Kasatreskrim Polres; 
      b.  Kadensus 88 AT Polri; 
      c.  Polair: 
      1.  Direktur Polair Polri; dan 
      2.  Direktur Polair Polda; 

      d.   Lalu Lintas….. 19 



      d.  Lalu Lintas: 
      1.  Kabidbingakkum Korlantas Polri; dan 
      2.  Direktur Lalu Lintas Polda; 
      e.  Kapolsek. 

      (3)  Dalam hal tersangka dan/atau orang yang dicari sudah ditemukan atau tidak 
      diperlukan lagi dalam penyidikan maka wajib dikeluarkan Pencabutan DPO. 

      (4)  Pejabat yang berwenang menerbitkan Pencabutan DPO: 
      a.  fungsi Reskrim: 
      1.  para Direktur pada Bareskrim Polri; 
      2.  para Direktur Reskrim Polda; dan 
      3.  para Kasatreskrim Polres; 
      b.  Kadensus 88 AT Polri; 
      c.  Polair: 
      1.  Direktur Polair Polri; dan 
      2.  Direktur Polair Polda; 
      d.  fungsi Lalu Lintas: 
      1.  Kabidbingakkum Korlantas Polri; dan 
      2.  Direktur Lalu Lintas Polda; 
      e.  Kapolsek. 

      Pasal 32 

      (1)  Dalam hal tersangka yang tidak ditahan dan diperkirakan akan melarikan diri dari 
      wilayah Negara Indonesia, dapat dikenakan tindakan pencegahan. 

      (2)  Dalam hal setiap orang yang berada di luar negeri dan diduga akan melakukan 
      tindak pidana di Indonesia, dapat dikenakan tindakan penangkalan. 

      (3)  Dalam keadaan mendesak atau mendadak, untuk kepentingan penyidikan, 
      penyidik dapat mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi 
      untuk mencegah dan/atau  menangkal orang yang disangka melakukan tindak 
      pidana. 

      (4)  Pejabat yang berwenang mengajukan surat permintaan pencegahan dan/atau 
      penangkalan sesuai tingkatan daerah hukum penyidikan sebagai berikut: 
      a.  Direktur/wakil Direktur pada Bareskrim Polri; 
      b.  Direktur/wakil Direktur Reskrim Polda; 
      c.  Kapolres; dan 
      d.  Kapolsek. 

      (5)    Pejabat ….. 20 



      (5)  Pejabat yang mengajukan surat permintaan pencegahan dan/atau penangkalan 
      sebagaimana dimaksud pada ayat (4), wajib melaporkan kepada Kapolri paling 
      lambat 20 (dua puluh)  hari untuk mendapat pengukuhan melalui Keputusan 
      Kapolri. 

      (6)  Keputusan Kapolri  sebagaimana dimaksud pada ayat  (5), dapat didelegasikan 
      kepada pejabat yang ditunjuk. 

      Pasal 33 

      (1)  Penangkapan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26  huruf b, dilakukan oleh 
      penyidik atau penyidik pembantu  terhadap orang yang diduga keras melakukan 
      tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. 

      (2)  Penyidik atau penyidik pembantu yang melakukan penangkapan wajib dilengkapi 
      dengan surat perintah penangkapan yang ditandatangani oleh  atasan  penyidik 
      selaku penyidik. 

      (3)  Surat  perintah penangkapan  yang ditandatangani oleh pejabat sebagaimana 
      dimaksud pada ayat (2),  tembusannya wajib disampaikan kepada  keluarga 
      tersangka dan/atau penasihat hukum setelah tersangka ditangkap. 

      (4)  Prosedur dan teknis penangkapan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan 
      perundang-undangan. 

      Pasal 34 

      (1)  Dalam hal  tertangkap tangan, tindakan penangkapan dapat dilakukan oleh 
      petugas  dengan tanpa dilengkapi  surat perintah penangkapan atau surat 
      perintah tugas. 

      (2)  Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah melakukan penangkapan 
      segera menyerahkan  tersangka  dan barang bukti kepada  penyidik/penyidik 
      pembantu kepolisian terdekat. 

      (3)  Penyidik/penyidik  pembantu  sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setelah 
      menerima penyerahan  tersangka dan barang bukti wajib membuat berita acara 
      penerimaan/penyerahan dan berita acara penangkapan. 

      (4)  Dalam hal  tertangkap tangan oleh  penyidik/penyidik  pembantu,  penyidik/ 
      penyidik pembantu  wajib segera membuat berita acara penangkapan. 

      Pasal 35 

      (1)  Penyidik/penyidik  pembantu  dapat melakukan penangkapan  atas permintaan 
      bantuan dari: 
      a.  kesatuan Polri  dari luar kesatuannya berdasarkan DPO; 
      b.  instansi lain yang berwenang; dan 
      c.  permintaan negara anggota  International Criminal Police Organization 
      (ICPO)-Interpol. 

      (2)    Permintaan ….. 21 



      (2)  Permintaan bantuan penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus 
      mencantumkan identitas  tersangka, menyebutkan alasan penangkapan,  uraian 
      singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan dan tempat tersangka diperiksa. 

      (3)  Penyidik wajib segera menyerahkan orang yang ditangkap kepada instansi yang 
      meminta bantuan penangkapan disertai dengan berita acara penyerahan 
      tersangka. 

      (4)  Terhadap  tersangka  yang diduga berada di  luar negeri,  Penyidik  dapat 
      berkoordinasi dengan Interpol  (Divhubinter Polri)  untuk  meminta  dibuatkan       
      red notice. 

      Pasal 36 

      (1)  Tindakan penangkapan terhadap  tersangka  dilakukan dengan pertimbangan 
      sebagai berikut: 
      a.  adanya bukti permulaan yang cukup; dan 
      b.  tersangka  telah dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa 
      alasan yang patut dan wajar. 

      (2)  Surat perintah penangkapan hanya dapat dibuat berdasarkan adanya bukti 
      permulaan yang cukup, dan hanya berlaku terhadap satu orang tersangka   yang  
      identitasnya tersebut dalam surat perintah penangkapan. 

      (3)  Dalam hal membantu penangkapan terhadap seseorang yang terdaftar di dalam 
      DPO, setiap pejabat yang berwenang di suatu kesatuan membuat surat perintah 
      penangkapan. 

      Pasal 37 

      (1)  Dalam hal melakukan penangkapan, setiap penyidik wajib: 
      a.  memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri; 
      b.  menunjukkan surat perintah penangkapan,  kecuali dalam  hal  tertangkap 
      tangan; 
      c.  memberitahukan alasan penangkapan dan hak-hak tersangka; 
      d.  menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman 
      hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan; dan 
      e.  menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan 
      memberitahu orang tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah 
      penangkapan. 

      (2)  Penangkapan terhadap  WNA  harus segera diberitahukan ke  kedutaan atau 
      konsulat perwakilan negara yang bersangkutan di Indonesia. 

      (3)  Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan secara 
      langsung oleh penyidik atau melalui Divhubinter Polri. 


      Pasal ….. 
       22 



      Pasal 38 

      Dalam hal penangkapan terhadap anak,  penyidik wajib memperhatikan hak-hak  bagi 
      setiap anak yang ditangkap, meliputi: 
      a.  hak didampingi oleh orang tua atau wali; 
      b.  hak mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak; 
      c.  hak privasi untuk tidak dipublikasikan identitasnya;  
      d.  ditempatkan di ruang pelayanan khusus; dan 
      e.  penerapan prosedur khusus untuk perlindungan anak. 

      Pasal 39 

      Dalam hal penangkapan terhadap perempuan,  penyidik  wajib memperhatikan 
      perlakuan khusus sebagai berikut: 
      a.  sedapat mungkin dilakukan oleh Polwan;   
      b.  dipisahkan penempatannya dari ruang tersangka laki-laki; dan 
      c.  penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan. 

      Pasal 40 

      (1)    Setelah melakukan penangkapan,  penyidik/penyidik  pembantu  wajib membuat 
      berita acara penangkapan sekurang-kurangnya memuat: 
      a.  nama dan identitas  penyidik/penyidik  pembantu  yang melakukan 
      penangkapan; 
      b.  nama identitas yang ditangkap; 
      c.  tempat, tanggal  dan waktu penangkapan; 
      d.  alasan penangkapan, uraian perkara  dan/atau pasal yang 
      dipersangkakan; dan 
      e.  keadaan kesehatan orang yang ditangkap. 

      (2)   Setelah melakukan penangkapan, penyidik/penyidik pembantu wajib: 
      a.  menyerahkan  1 (satu)  lembar surat perintah penangkapan kepada 
      tersangka dan mengirimkan tembusannya kepada keluarga; 
      b.  wajib memeriksa kesehatan  tersangka  dan sedapat mungkin dilakukan 
      dokumentasi/foto dan visum et repertum; dan 
      c.  terhadap  tersangka  dalam keadaan sakit,  penyidik  segera menghubungi 
      dokter/petugas kesehatan untuk memberi pelayanan medis dan membuat 
      berita acara tentang kondisi kesehatan tersangka.  

      (3)  Terhadap  tersangka  yang telah ditangkap,  penyidik/penyidik  pembantu  wajib 
      segera melakukan pemeriksaan  yang dituangkan dalam berita acara 
      pemeriksaan tersangka. 

      Pasal ….. 
       23 



      Pasal 41 

      (1)  Apabila  seseorang  yang ditangkap  tidak cukup bukti melakukan tindak pidana, 
      penyidik/penyidik pembantu wajib segera melepaskan orang tersebut.  

      (2)  Pelepasan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan membuat berita    
      acara  pelepasan  yang ditandatangani oleh  penyidik/penyidik  pembantu, yang 
      bersangkutan dan pihak lain yang menyaksikan. 

      Pasal 42 

      (1)  Tersangka yang ditangkap dan memenuhi unsur pidana, namun tidak dilakukan 
      penahanan, tersangka tersebut dipulangkan. 

      (2)  Pemulangan  tersangka  sebagaimana dimaksud pada ayat (1),  dibuatkan berita 
      acara pelepasan  yang ditandatangani oleh  penyidik/penyidik  pembantu, 
      tersangka yang bersangkutan dan pihak lain yang menyaksikan. 

      Pasal 43 

      (1)  Penahanan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26  huruf c, dilakukan oleh 
      penyidik  terhadap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana 
      berdasarkan bukti yang cukup. 

      (2)  Prosedur dan teknis penahanan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan 
      perundang-undangan. 

      (3)  Tanggung  jawab hukum terhadap  tersangka yang ditahan berada pada penyidik 
      yang mengeluarkan surat perintah penahanan, sedang tanggung  jawab 
      mengenai kondisi fisik  tersangka  yang ditahan  berada pada  kepala rumah 
      tahanan. 

      Pasal 44 

      Tindakan penahanan  terhadap  tersangka  dilakukan  dengan pertimbangan sebagai 
      berikut: 
      a.  tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri; 
      b.  tersangka dikhawatirkan akan mengulangi perbuatannya; 
      c.  tersangka dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti; dan 
      d.  tersangka diperkirakan mempersulit Penyidikan. 

      Pasal 45 

      (1)  Penahanan wajib dilengkapi  surat perintah penahanan  yang dikeluarkan oleh 
      penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.   

      (2)  Penahanan  sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)  dilakukan  setelah melalui 
      mekanisme gelar perkara. 
      (3)   Surat ..... 
       24 



      (3)  Surat perintah penahanan yang ditandatangani oleh pejabat sebagaimana 
      dimaksud pada ayat (1),  tembusannya wajib disampaikan kepada  keluarga 
      dan/atau penasihat hukum tersangka. 

      Pasal 46 

      (1)  Penahanan terhadap seseorang yang mendapat perlakuan khusus menurut 
      peraturan perundang-undangan dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan 
      tertulis dari pejabat sesuai ketentuan. 

      (2)  Pejabat yang berwenang menandatangani  surat perintah penahanan 
      sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah  penyidik atau  atasan penyidik 
      selaku penyidik. 

      (3)  Surat  perintah  penahanan yang ditandatangani oleh pejabat sebagaimana 
      dimaksud pada ayat (2), tembusannya wajib disampaikan kepada  keluarga 
      dan/atau penasihat hukum tersangka. 

      Pasal 47 

      (1)  Penangguhan penahanan wajib dilengkapi dengan surat perintah penangguhan 
      penahanan yang dikeluarkan oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.   

      (2)  Bilamana diperlukan, penangguhan  penahanan  sebagaimana dimaksud  pada 
      ayat (1) dapat didahului  dengan gelar perkara. 

      (3)  Setiap penangguhan penahanan wajib dilaporkan kepada atasan pejabat yang 
      menandatangani surat perintah penangguhan penahanan. 

      Pasal 48 

      (1)  Terhadap  tersangka  yang telah diberikan penangguhan penahanan, dapat 
      dilakukan penahanan kembali melalui penerbitan  surat perintah pencabutan 
      penangguhan penahanan  yang  ditandatangani oleh  Penyidik  atau  Atasan 
      Penyidik selaku Penyidik. 

      (2)  Surat  perintah pencabutan penangguhan penahanan  dikeluarkan  karena 
      tersangka telah melanggar persyaratan penangguhan penahahan. 

      (3)  Surat  perintah pencabutan penangguhan penahanan  sebagaimana dimaksud 
      pada ayat (1),  wajib diterbitkan  surat perintah penahanan lanjutan  yang 
      dikeluarkan oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik.  

      Pasal 49 

      (1)  Untuk kepentingan Penyidikan dan/atau kepentingan  tersangka, penyidik dapat 
      melakukan  pengalihan jenis penahanan dari penahanan rumah tahanan negara 
      menjadi penahanan rumah atau kota. 

      (2)   Pengalihan ..... 25 



      (2)  Pengalihan  jenis  penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),  dapat 
      diberikan dengan pertimbangan: 
      a.  permohonan dari tersangka/keluarga/penasihat hukum disertai alasannya; 
      b.  hasil pemeriksaan medis tentang kondisi kesehatan tersangka; dan 
      c.  rekomendasi hasil gelar perkara. 

      (3)  Pengalihan  jenis penahanan wajib dilengkapi dengan surat perintah pengalihan 
      jenis  penahanan  yang dikeluarkan oleh  Penyidik  atau  Atasan  Penyidik  selaku 
      Penyidik.   

      Pasal 50 

      (1)  Dalam hal tahanan yang karena kondisi kesehatannya membutuhkan perawatan 
      secara intensif dan/atau rawat inap di rumah sakit, dapat dilakukan pembantaran 
      penahanan. 

      (2)  Pembantaran penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilengkapi 
      dengan surat  perintah  pembantaran penahanan yang dikeluarkan oleh penyidik 
      atau atasan penyidik selaku penyidik.   

      (3)  Surat perintah pembantaran penahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), 
      diterbitkan dengan pertimbangan: 
      d.  hasil pemeriksaan  dokter yang menyatakan  bahwa  tersangka  perlu 
      dilakukan perawatan di rumah sakit; atau 
      e.  permohonan dari  tersangka/keluarga/penasihat hukum untuk kepentingan 
      perawatan kesehatan yang dilampiri catatan kesehatan. 

      (4)   Surat    perintah pembantaran  penahanan  ditandatangani oleh  penyidik atau 
      atasan penyidik selaku penyidik. 

      Pasal 51 

      (1)  Apabila  kondisi kesehatan    tersangka    yang  dibantarkan  penahanannya telah 
      membaik, dilakukan pencabutan pembantaran penahanan dan dilakukan 
      penahanan lanjutan. 

      (2)  Pencabutan  pembantaran  penahanan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
      wajib diterbitkan surat perintah pencabutan pembantaran yang dikeluarkan oleh 
      penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik. 

      (3)  Surat  perintah  pencabutan  pembantaran penahanan  sebagaimana dimaksud 
      pada ayat (2) dikeluarkan berdasarkan pertimbangan hasil pemeriksaan   dokter 
      yang menyatakan kondisi  kesehatan  tersangka  telah membaik, dan diterbitkan 
      surat perintah penahanan lanjutan.  


      Pasal ..... 
       26 



      Pasal 52 

      (1)  Surat  perintah  penahanan lanjutan  ditandatangani  oleh  penyidik atau atasan 
      penyidik selaku penyidik.   

      (2)   Surat perintah penahanan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), dapat 
      dikeluarkan dengan pertimbangan: 
      a.  tersangka  yang diberikan pembantaran telah sehat kembali sedangkan 
      tindakan penahanan masih diperlukan; dan 
      b.  tersangka  yang  dibantarkan telah  melarikan diri dan berhasil ditangkap 
      kembali. 

      Pasal 53 

      (1)  Tahanan dikeluarkan dari Rutan dengan pertimbangan:  
      a.  masa penahanan sudah habis atau demi hukum; 
      b.  tersangka diserahkan ke Penuntut Umum; 
      c.  dipindahkan/dititipkan ke Rutan lainnya; 
      d.  ditangguhkan penahanannya; 
      e.  dibantarkan penahanannya karena sakit; atau  
      f.  adanya keputusan hakim praperadilan yang memerintahkan untuk 
      mengeluarkan tersangka dari tahanan. 

      (2)  Pengeluaran  tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan 
      surat perintah pengeluaran tahanan  yang ditandatangani  oleh  penyidik atau 
      atasan penyidik selaku penyidik.  

      (3)  Surat perintah pengeluaran tahanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), wajib 
      dibuatkan berita acara pengeluaran tahanan. 

      Pasal 54 

      (1)  Perlakuan dan penempatan terhadap tahanan wajib dibedakan antara tahanan 
      laki-laki dewasa, perempuan, dan anak-anak. 

      (2)  Perlakuan terhadap tahanan laki-laki dewasa meliputi: 
      a.  harus tetap diperlakukan secara manusiawi; 
      b.  mempedomani asas praduga tak bersalah; 
      c.  berhak mendapat penjelasan mengenai alasan penahanan dan tuduhan 
      yang dikenakan kepadanya; 
      d.  hanya boleh ditahan di Rutan; 
      e.  keluarga dan penasihat hukum harus diberikan informasi tentang tempat 
      penahanan; 

      f.    berhak ..... 27 



      f.  berhak untuk mendapatkan bantuan hukum; 
      g.  berhak untuk bertemu dengan keluarga dan penasihat hukum; 
      h.  berhak untuk memperoleh pelayanan medis; 
      i.  berhak memperoleh bantuan penerjemah, bila tidak bisa berbahasa 
      Indonesia;  
      j.  harus dipisahkan dari tahanan perempuan dan anak-anak; 
      k.  berhak mendapatkan kesempatan menjalankan ibadah menurut agama/ 
      kepercayaan atau keyakinannya; dan 
      l.  waktu besuk tahanan ditentukan oleh kepala kesatuan masing-masing. 

      (3)  Perlakuan terhadap tahanan perempuan, meliputi: 
      a.  ditempatkan di ruang tahanan khusus perempuan; 
      b.  berhak mendapat perlakuan khusus; 
      c.  dipisahkan penempatannya dari ruang  tahanan  tersangka  laki-laki dan 
      anak-anak; dan  
      d.  penerapan prosedur khusus untuk perlindungan bagi perempuan. 

      (4)  Perlakuan terhadap tahanan anak-anak, meliputi: 
      a.  berhak mendapat pendampingan dari orang tua atau wali; 
      b.  berhak untuk mendapatkan petugas pendamping khusus untuk anak; 
      c.  berhak mendapatkan privasi untuk tidak dipublikasikan identitasnya; 
      d.  ditempatkan di ruang tahanan khusus anak; 
      e.  dipisahkan penempatannya dari ruang tahanan laki-laki dan perempuan 
      dewasa; dan 
      f.  penerapan prosedur khusus untuk perlindungan anak. 

      Pasal 55 

      (1)  Penggeledahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf d, dilakukan oleh 
      penyidik/penyidik pembantu terhadap badan/pakaian dan rumah/tempat lainnya. 

      (2)  Penyidik yang melakukan penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 
      wajib dilengkapi dengan surat  perintah penggeledahan yang ditandatangani oleh 
      penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik. 

      (3)  Penggeledahan dilaksanakan untuk kepentingan  penyidikan  guna mencari dan 
      menemukan barang bukti dan/atau penangkapan tersangka. 

      (4)  Penggeledahan pakaian dan/atau badan terhadap wanita dilakukan oleh polisi 
      wanita atau wanita yang diminta bantuannya oleh penyidik/penyidik pembantu. 

      (5)  Prosedur dan teknis penggeledahan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan 
      perundang-undangan. 
      Pasal ….. 
       28 



      Pasal 56 

      (1)  Setelah penggeledahan dilakukan,  penyidik/penyidik  pembantu  wajib membuat 
      berita acara penggeledahan yang ditandatangani oleh  tersangka  atau 
      keluarganya atau orang yang menguasai tempat yang digeledah atau orang yang 
      diberi kuasa. 

      (2)  Dalam hal tersangka atau keluarganya atau orang yang menguasai tempat yang 
      digeledah atau orang yang diberi kuasa tidak mau menandatangani berita acara 
      penggeledahan, harus dibuatkan berita acara penolakan  penandatanganan 
      berita acara penggeledahan. 

      Pasal 57 

      (1)  Penggeledahan rumah/alat angkutan serta tempat-tempat tertutup lainnya hanya 
      dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. 

      (2)  Surat  permintaan izin penggeledahan  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) 
      ditandatangani oleh penyidik atau atasan penyidik selaku penyidik. 

      (3)  Penggeledahan  sebagaimana dimaksud pada ayat (1),  wajib disaksikan oleh 
      Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat setempat  atau orang yang  bertanggung 
      jawab/menguasai tempat tersebut. 

      Pasal 58 

      (1)  Dalam keadaan sangat perlu dan mendesak, penyidik/penyidik pembantu dapat 
      melakukan penggeledahan dengan menggunakan surat perintah penggeledahan 
      yang ditandatangani oleh  penyidik atau  atasan penyidik selaku penyidik  tanpa 
      dilengkapi surat izin Ketua Pengadilan Negeri setempat terlebih dahulu. 

      (2)  Setelah dilaksanakan penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
      penyidik/penyidik pembantu wajib segera membuat berita acara penggeledahan 
      dan  memberitahukan  kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat  tentang 
      pelaksanaan penggeledahan untuk memperoleh persetujuan penggeledahan. 

      (3)  Penggeledahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),  wajib disaksikan oleh 
      Ketua RT/RW atau tokoh masyarakat setempat  atau orang yang bertanggung 
      jawab/menguasai tempat tersebut. 

      Pasal 59 

      (1)  Penggeledahan  terhadap  badan/pakaian sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 
      55  ayat (1), penyidik/penyidik pembantu wajib: 
      a.  memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas dan 
      dilakukan dengan sopan; 
      b.  meminta kesediaan orang untuk  digeledah  dan meminta maaf atas 
      terganggu hak privasinya; 
      c.    menunjukkan ..... 
       29 



      c.  menunjukkan surat perintah tugas dan surat perintah penggeledahan; 
      d.  melakukan  penggeledahan secara  cermat dan teliti  untuk  mencari/ 
      mendapatkan bukti-bukti yang berkaitan dengan tindak pidana; 
      e.  memperhatikan dan  menghargai hak-hak orang yang digeledah; 
      f.  melaksanakan  penggeledahan terhadap perempuan oleh petugas 
      perempuan; 
      g.  melaksanakan penggeledahan dalam waktu yang secukupnya;  
      h.  menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan; dan 
      i.  setelah melakukan penggeledahan,  penyidik  segera membuat berita 
      acara penggeledahan. 

      (2)  Penggeledahan  terhadap rumah/tempat  lainnya sebagaimana dimaksud dalam 
      Pasal 55 ayat (1), penyidik/penyidik pembantu wajib: 
      a.  melengkapi administrasi penggeledahan; 
      b.  memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan 
      penggeledahan; 
      c.  memberitahukan penghuni tentang kepentingan penggeledahan; 
      d.  menunjukkan surat perintah tugas dan surat perintah penggeledahan; 
      e.  melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang 
      dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi 
      oleh penghuni/saksi; 
      f.  melakukan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik 
      penggeledahan; 
      g.  dalam hal petugas mendapatkan benda/barang  atau orang yang  dicari, 
      tindakan untuk mengamankan  barang bukti wajib  disaksikan  oleh pihak 
      yang digeledah atau saksi dari warga setempat/ketua lingkungan; 
      h.  setelah melaksanakan  penggeledahan  penyidik/penyidik  pembantu 
      menyampaikan ucapan terima kasih dan mohon maaf; dan 
      i.  dalam waktu  paling lama  2 (dua)  hari setelah memasuki dan/atau 
      menggeledah, harus dibuat berita acara dan turunannya disampaikan 
      kepada pemilik atau penghuni rumah/tempat lainnya yang bersangkutan. 

      Pasal 60 

      (1)  Penyitaan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26  huruf e dilakukan oleh 
      penyidik/penyidik pembantu terhadap benda/barang atau tagihan tersangka yang 
      berkaitan dengan perkara yang ditangani untuk kepentingan penyidikan. 

      (2)  Penyidik/penyidik pembantu yang melakukan penyitaan sebagaimana dimaksud 
      pada ayat (1), wajib dilengkapi dengan surat perintah tugas dan  surat perintah 
      penyitaan yang ditandatangani oleh  penyidik atau  atasan penyidik selaku 
      penyidik dan membuat berita acara penyitaan. 

      (3)    Prosedur ….. 30 



      (3)  Prosedur dan  teknis penyitaan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan 
      perundang-undangan. 

      (4)  Setiap benda sitaan disimpan di tempat khusus atau Rumah Penyimpanan 
      Benda Sitaan Negara (Rupbasan). 

      (5)  Terhadap benda/barang sitaan berupa uang wajib disimpan di  rekening khusus 
      penampungan barang bukti Polri yang terdaftar di Kementerian Keuangan. 

      Pasal 61 

      (1)  Terhadap benda/barang  sitaan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan 
      memerlukan perawatan dengan biaya tinggi dapat dititip rawat kepada orang 
      yang berhak atau orang dari mana benda itu disita. 

      (2)  Terhadap benda/barang sitaan berupa narkoba, benda yang mudah rusak, dan 
      berbahaya,  prosedur penanganannya dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan 
      perundang-undangan. 
        
      (3)  Dalam hal setelah dilakukan penyitaan, diketahui bahwa ada benda yang tidak 
      terkait dengan perkara yang ditangani,  penyidik/penyidik  pembantu  segera 
      mengembalikan kepada  orang dari mana benda itu disita, dengan dilengkapi 
      berita acara yang ditandatangani oleh  penyidik/penyidik  pembantu  dan yang 
      menerima. 

      Pasal 62 

      (1)  Pemeriksaan surat  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26  huruf f, adalah 
      tindakan penyidik/penyidik pembantu untuk memeriksa dan menyita surat yang 
      dikirim melalui kantor pos dan giro, perusahaan telekomunikasi, jasa pengiriman 
      barang atau  angkutan,  jika benda/barang  tersebut diduga  kuat mempunyai 
      hubungan dengan perkara pidana yang sedang ditangani. 

      (2)  Untuk kepentingan  pemeriksaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
      penyidik/penyidik pembantu dapat meminta kepada kepala Kantor Pos dan Giro, 
      perusahaan telekomunikasi, jasa pengiriman barang atau angkutan  untuk 
      menyerahkan kepadanya surat yang dimaksud dan untuk kepentingan  itu harus 
      dibuatkan surat tanda penerimaan. 

      (3)  Pemeriksaan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan izin 
      khusus yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri. 

      (4)  Perlakuan  terhadap surat yang telah diperiksa dilaksanakan  sesuai dengan 
      ketentuan peraturan perundang-undangan. 

      (5)  Penyidik/penyidik pembantu wajib membuat berita acara pemeriksaan surat . 



      Paragraf ….. 
       31 



      Paragraf 4 
      Pemeriksaan 

      Pasal 63 

      (1)  Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal  15  huruf  d, dilakukan oleh 
      penyidik/penyidik pembantu terhadap saksi, ahli, dan tersangka yang dituangkan 
      dalam berita acara pemeriksaan  yang  ditandatangani  oleh  penyidik/penyidik 
      pembantu yang melakukan pemeriksaan dan orang yang diperiksa. 

      (2)  Pemeriksaan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1), bertujuan untuk 
      mendapatkan keterangan saksi, ahli dan tersangka yang dituangkan dalam berita 
      acara pemeriksaan, guna membuat terang perkara sehingga peran seseorang 
      maupun barang bukti dalam peristiwa pidana yang terjadi menjadi jelas.  

      (3)  Penyidik/penyidik  pembantu  yang  melakukan pemeriksaan sebagaimana 
      dimaksud pada ayat (2), wajib memiliki kompetensi sebagai pemeriksa. 

      Pasal 64 

      (1)  Pemeriksaan terhadap  saksi  dilakukan oleh  penyidik/penyidik  pembantu  untuk 
      mendapatkan keterangan tentang apa yang ia dengar, ia lihat, dan ia alami 
      sendiri. 

      (2)  Terhadap saksi yang diduga cukup alasan  tidak dapat hadir dalam persidangan 
      di pengadilan, dapat dilakukan penyumpahan atau pengucapan  janji  sebelum 
      pemeriksaan dilaksanakan dan dibuat berita acara. 

      (3)  Penyidik/penyidik  pembantu  wajib segera melakukan  pemeriksaan  terhadap 
      saksi yang telah hadir memenuhi panggilan.  

      (4)  Apabila  saksi  telah dipanggil 2 (dua) kali namun tidak memenuhi panggilan, 
      dengan alasan yang patut atau wajar,   pemeriksaan dapat dilakukan di  tempat 
      kediaman Saksi atau tempat lain yang tidak melanggar kepatutan. 

      (5)  Pemeriksaan  terhadap  saksi  perempuan dan anak-anak  diperlakukan secara 
      khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 

      (6)  Pemeriksaan terhadap  saksi  atau korban yang  mendapatkan  perlindungan, 
      penyidik/penyidik pembantu dapat melakukan pemeriksaan di tempat khusus. 

      (7)  Penyidik/Penyidik  Pembantu  menuangkan keterangan yang diberikan  saksi 
      dalam berita acara pemeriksaan saksi. 

      Pasal 65 

      (1)  Pemeriksaan  terhadap ahli dilakukan  oleh  penyidik/penyidik  pembantu  untuk 
      mendapatkan keterangan dari seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang 
      hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna 
      kepentingan Penyidikan. 
      (2)   Sebelum ….. 32 



      (2)  Sebelum dilakukan pemeriksaan  terhadap ahli,  penyidik/penyidik  pembantu 
      terlebih dahulu melakukan penyumpahan atau pengucapan janji dari  ahli  yang 
      akan memberikan keterangan sesuai keahliannya. 

      (3)  Pemeriksa menuangkan keterangan yang diberikan  Ahli  dalam berita acara 
      pemeriksaan ahli. 

      Pasal 66 

      (1)  Pemeriksaan  terhadap  tersangka  dilakukan  oleh  penyidik/penyidik  pembantu 
      untuk mendapatkan keterangan  dari  tersangka  tentang perbuatan pidana yang 
      dilakukan. 

      (2)  Tersangka wajib diberitahu dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti tentang 
      hak-haknya dan perkara  yang dipersangkakan pada saat pemeriksaan akan 
      dimulai. 

      (3)  Tersangka  yang tidak mampu dan tidak mempunyai  penasihat  hukum sendiri, 
      penyidik/penyidik  pembantu  wajib menunjuk  penasihat  hukum bagi  tersangka 
      yang melakukan tindak pidana yang diancam  dengan  pidana penjara  5 (lima) 
      tahun atau lebih. 

      (4)  Penyidik/penyidik  pembantu  dilarang menggunakan kekerasan, tekanan atau 
      ancaman dalam bentuk apapun, dan harus berperilaku sebagai pihak yang akan 
      menggali fakta-fakta dalam penegakan hukum. 

      (5)  Penyidik/penyidik pembantu wajib menyiapkan penerjemah bagi  tersangka yang 
      tidak memahami bahasa Indonesia, dan  juru bicara bagi  tersangka  yang bisu 
      atau tuli. 

      (6)  Apabila  tersangka  tidak dapat memenuhi 2 (dua) kali  panggilan dengan alasan 
      yang patut  dan  wajar, pemeriksaan dapat dilakukan di  tempat kediaman 
      tersangka atau tempat lain yang tidak melanggar kepatutan. 

      (7)  Terhadap  tersangka  perempuan dan anak diperlakukan secara khusus sesuai 
      ketentuan peraturan perundang-undangan. 

      (8)  Penyidik/penyidik  pembantu  wajib  menuangkan keterangan yang diberikan 
      Tersangka  dalam berita acara pemeriksaan  tersangka,  dan turunannya dapat 
      diberikan kepada tersangka/penasihat hukumnya. 

      (9)  Pada saat pemeriksaan  tersangka, penasihat hukum  tersangka dapat mengikuti 
      jalannya pemeriksaan dengan cara melihat dan mendengar pemeriksaan, kecuali 
      tersangka diduga melakukan kejahatan terhadap keamanan negara. 

      (10)  Dalam hal  tersangka  tidak bersedia menandatangani berita acara pemeriksaan 
      tersangka, dicatat dalam berita acara dengan menyebutkan alasannya, dan 
      penyidik membuat berita acara penolakan penandatanganan. 


      Pasal ….. 33 



      Pasal 67 

      (1)  Untuk kepentingan pembuktian tentang persesuaian keterangan antara  Saksi 
      dengan  saksi,  saksi  dengan  tersangka,  tersangka  dengan  tersangka, dapat 
      dilakukan pemeriksaan konfrontasi.  

      (2)  Pemeriksaan konfrontasi  sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 
      penyidik/penyidik pembantu wajib menghindarkan terjadinya konflik. 

      (3)  Penyidik/penyidik pembantu wajib membuat berita acara konfrontasi.  

      Pasal 68 

      (1)  Untuk kepentingan pembuktian,  Penyidik/Penyidik  Pembantu  dapat melakukan 
      rekonstruksi dan membuat dokumentasi. 

      (2)  Penyidik/penyidik pembantu wajib membuat berita acara rekonstruksi. 

      Paragraf 5 
      Gelar Perkara 

      Pasal 69 

      Gelar  perkara  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15  huruf  e, dilaksanakan dengan 
      cara: 
      a.  gelar perkara biasa; dan  
      b.  gelar perkara khusus. 

      Pasal 70 

      (1)  Gelar perkara biasa sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal 69  huruf  a, 
      dilaksanakan pada tahap: 
      a.  awal proses penyidikan; 
      b.  pertengahan proses penyidikan; dan 
      c.  akhir proses penyidikan. 

      (2)  Gelar perkara pada tahap awal Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
      huruf a bertujuan untuk: 
      a.  menentukan status perkara pidana atau bukan; 
      b.  merumuskan rencana penyidikan; 
      c.  menentukan unsur-unsur pasal yang dipersangkakan; 
      d.  menentukan saksi, tersangka, dan barang bukti;  
      e.  menentukan target waktu; dan 
      f.  penerapan teknik dan taktik Penyidikan. 

      (3)   Gelar ….. 34 



      (3)    Gelar perkara pada tahap pertengahan penyidikan sebagaimana dimaksud pada 
      ayat (1) huruf b bertujuan untuk: 
      a.  evaluasi dan pemecahan masalah yang dihadapi dalam Penyidikan; 
      b.  mengetahui kemajuan  penyidikan  yang dicapai dan upaya percepatan 
      penyelesaian penyidikan; 
      c.  menentukan rencana penindakan lebih lanjut; 
      d.  memastikan terpenuhinya unsur pasal yang dipersangkakan; 
      e.  memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka, dan barang bukti dengan 
      pasal yang dipersangkakan; 
      f.  memastikan pelaksanaan  Penyidikan telah sesuai dengan target yang 
      ditetapkan; dan/atau 
      g.  mengembangkan rencana dan sasaran Penyidikan. 

      (4)    Gelar perkara  pada tahap  akhir  Penyidikan sebagaimana dimaksud pada        
      ayat (1) huruf c bertujuan untuk: 
      a.  evaluasi proses penyidikan yang telah dilaksanakan; 
      b.  pemecahan masalah atau hambatan penyidikan; 
      c.  memastikan kesesuaian antara saksi, tersangka, dan bukti; 
      d.  penyempurnaan berkas perkara;  
      e.  menentukan layak tidaknya berkas perkara dilimpahkan kepada penuntut 
      umum atau dihentikan; dan/atau 
      f.  pemenuhan petunjuk JPU. 

      Pasal 71 

      (1)  Gelar perkara khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf b, bertujuan 
      untuk: 
      a.  merespons laporan/pengaduan atau komplain dari pihak yang berperkara 
      atau  penasihat  hukumnya  setelah ada perintah dari atasan  penyidik 
      selaku penyidik; 
      b.  membuka kembali  penyidikan  yang telah dihentikan setelah didapatkan 
      bukti baru;  
      c.  menentukan tindakan kepolisian secara khusus; atau 
      d.  membuka kembali  Penyidikan berdasarkan putusan praperadilan yang 
      berkekuatan hukum tetap. 

      (2)  Gelar perkara  khusus  sebagaimana dimaksud  pada ayat (1), dilaksanakan 
      terhadap kasus-kasus tertentu dengan pertimbangan: 
      a.  memerlukan persetujuan tertulis Presiden/Mendagri/Gubernur; 
      b.  menjadi perhatian publik secara luas; 
      c.  atas permintaan penyidik; 
      d.   perkara ….. 35 



      d.  perkara terjadi di lintas negara atau lintas wilayah dalam negeri; 
      e.  berdampak massal atau kontinjensi; 
      f.  kriteria perkaranya sangat sulit; 
      g.  permintaan pencekalan dan pengajuan DPO ke NCB Interpol/Divhubinter 
      Polri; atau 
      h.  pembukaan blokir rekening. 

      Pasal 72 

      (1)  Tahapan penyelenggaraan gelar perkara meliputi: 
      a.  persiapan; 
      b.  pelaksanaan; dan 
      c.  kelanjutan hasil gelar perkara. 

      (2)  Tahap persiapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: 
      a.  penyiapan bahan paparan gelar perkara oleh tim penyidik; 
      b.  penyiapan sarana dan prasarana gelar perkara; dan 
      c.  pengiriman surat undangan gelar perkara. 

      (3)  Tahap pelaksanaan gelar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi: 
      a.  pembukaan gelar perkara oleh pimpinan gelar perkara; 
      b.  paparan tim penyidik tentang pokok perkara, pelaksanaan penyidikan, dan 
      hasil penyidikan yang telah dilaksanakan; 
      c.  tanggapan para peserta gelar perkara; 
      d.  diskusi permasalahan yang terkait dalam penyidikan perkara; dan 
      e.  kesimpulan gelar perkara. 

      (4)  Tahap  kelanjutan  hasil gelar perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)   
      huruf c meliputi: 
      a.  pembuatan laporan hasil gelar perkara; 
      b.  penyampaian laporan kepada pejabat yang berwenang; 
      c.  arahan dan disposisi pejabat yang berwenang; 
      d.  tindak lanjut hasil gelar perkara oleh  penyidik  dan melaporkan 
      perkembangannya kepada atasan penyidik; dan  
      e.  pengecekan pelaksanaan hasil gelar perkara oleh pengawas penyidikan. 


      Paragraf ….. 
       36 



      Paragraf 6 
      Penyelesaian Berkas Perkara 

      Pasal 73 

      (1)  Penyelesaian berkas perkara  sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  15  huruf f 
      meliputi tahapan: 
      a.  pembuatan resume berkas perkara; dan 
      b.  pemberkasan. 

      (2)  Pembuatan resume berkas perkara  sebagaimana dimaksud  pada ayat  (1)    
      huruf a, sekurang-kurangnya memuat: 
      a.  dasar Penyidikan; 
      b.  uraian singkat perkara; 
      c.  uraian tentang fakta-fakta; 
      d.  analisis yuridis; dan 
      e.  kesimpulan. 

      (3)  Pemberkasan  sebagaimana dimaksud  pada ayat (1)  huruf  b,  sekurang-
      kurangnya memuat: 
      a.  sampul berkas perkara; 
      b.  daftar isi; 
      c.  berita acara pendapat/resume; 
      d.  laporan polisi; 
      e.  berita acara setiap tindakan Penyidik/Penyidik pembantu; 
      f.  administrasi Penyidikan; 
      g.  daftar Saksi; 
      h.  daftar Tersangka; dan 
      i.  daftar barang bukti. 

      (4)  Setelah dilakukan pemberkasan, diserahkan kepada atasan  Penyidik  selaku 
      Penyidik untuk dilakukan penelitian. 

      (5)  Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi persyaratan formal dan 
      material untuk setiap dokumen yang dibuat oleh Penyidik. 

      (6)  Setelah berkas lengkap dan memenuhi syarat segera dilakukan  penjilidan dan 
      penyegelan. 

      Paragraf ….. 
       37 



      Paragraf 7 
      Penyerahan Berkas Perkara 

      Pasal 74 

      (1)  Penyerahan berkas perkara kepada  JPU  sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 
      15 huruf g dilakukan sebagai berikut: 
      a.  tahap pertama, menyerahkan berkas perkara; dan 
      b.  tahap kedua, penyerahan tanggung jawab  Tersangka  dan barang bukti 
      setelah berkas perkara dinyatakan lengkap. 

      (2)  Apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari berkas perkara tidak dikembalikan 
      oleh  JPU, berkas perkara dianggap lengkap  dan  Penyidik/Penyidik  Pembantu 
      dapat menyerahkan Tersangka dan Barang Bukti (tahap II). 

      Paragraf 8 
      Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti 

      Pasal 75 

      (1)  Penyerahan tersangka dan barang bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 
      huruf  h,  dibuatkan  berita acara serah terima  tersangka dan barang bukti  yang 
      ditandatangani oleh  Penyidik/Penyidik  Pembantu yang menyerahkan dan  JPU 
      yang menerima. 

      (2)  Penyerahan tanggung jawab tersangka wajib dilaksanakan di kantor JPU. 

      (3)  Penyerahan  tanggung jawab  atas  barang bukti  dapat dilaksanakan di  tempat 
      lain, dimana barang bukti disimpan. 

      Paragraf 9 
      Penghentian Penyidikan 

      Pasal 76 

      (1)  Penghentian  penyidikan  sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  15  huruf i, 
      dilakukan apabila: 
      a.  tidak terdapat cukup bukti; 
      b.  peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana; dan 
      c.  demi hukum, karena: 
      1.  tersangka meninggal dunia; 
      2.  perkara telah kadaluarsa; 
      3.  pengaduan dicabut (khusus delik aduan); dan 
      4.  tindak pidana tersebut telah memperoleh putusan hakim yang 
      mempunyai kekuatan hukum tetap (nebis in idem). 
      (2)    Sebelum ….. 
       38 



      (2)  Sebelum dilakukan penghentian penyidikan, wajib dilakukan gelar perkara. 

      (3)  Dalam hal dilakukan penghentian penyidikan, penyidik wajib mengirimkan surat 
      pemberitahuan penghentian  Penyidikan kepada  pelapor,  JPU,  dan  tersangka 
      atau penasihat hukumnya. 

      (4)  Dalam hal penghentian  penyidikan  dinyatakan tidak sah oleh putusan pra 
      peradilan dan/atau ditemukan bukti baru, penyidik harus melanjutkan penyidikan 
      kembali dengan menerbitkan surat  ketetapan pencabutan penghentian 
      penyidikan dan surat perintah penyidikan lanjutan. 

      Pasal 77 

      Dalam acara pemeriksaan cepat yang merupakan perkara tindak pidana ringan, dan 
      perkara pelanggaran lalu lintas,  penyidik  atas kuasa penuntut umum demi hukum 
      menyerahkan berkas perkara, barang bukti, Saksi, dan terdakwa ke pengadilan. 

      Bagian Keempat  
      Pengawasan dan Pengendalian 

      Paragraf Kesatu 
      Subyek  

      Pasal 78 

      Subyek pengawasan dan pengendalian penyidikan meliputi: 
      a.  atasan penyidik; dan 
      b.  pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan. 

      Pasal 79 

      Atasan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a, meliputi:  
      a.  tingkat Mabes Polri; 
      1.  pejabat struktural yang karena jabatannya sebagai atasan penyidik: 
      a)  Kapolri; 
      b)  Kabaharkam Polri; 
      c)  Kabareskrim Polri;  
      d)  Kakorlantas Polri; 
      e)  Direktur pada Bareskrim Polri. 
      f)  Dirpolair Polri; dan 
      g)  Kepala Detasemen Khusus (Kadensus) 88 AT Polri;  
      2.  atasan langsung yang membawahi Penyidik; 

      b.   tingkat ..... 39 



      b.  tingkat Polda: 
      1.  pejabat struktural yang karena jabatannya sebagai atasan penyidik: 
      a)  Kapolda; 
      b)  Dirreskrim, Dirlantas, Dirpolair;  
      c)  Kasubdit pada Ditreskrim; dan 
      d)  Kasubdit Laka Ditlantas, Kasubdit Gakum Ditpolair;  
      2.  atasan langsung yang membawahi penyidik; 
      c.  tingkat Polres: 
      1.  pejabat struktural yang karena jabatannya sebagai atasan penyidik: 
      a)  Kapolres; 
      b)  Kasatreskrim, Kasatlantas, Kasatpolair; dan 
      c)  Kapolsek;  
      2.  atasan langsung yang membawahi penyidik. 

      Pasal 80 

      Pejabat pengemban fungsi pengawasan  penyidikan  sebagaimana dimaksud dalam 
      Pasal 78 huruf b, meliputi: 
      a.  tingkat Mabes Polri: 
      1.  Kepala Biro Wassidik Bareskrim Polri; dan 
      2.  pengemban fungsi pengawasan pada  Baharkam Polri, Korlantas Polri, 
      Biro Wassidik Bareskrim Polri, Densus 88 AT Polri; 
      b.  tingkat Polda: 
      1.  Kepala Bagian Wassidik Ditreskrim; 
      2.  Pengemban fungsi pengawasan pada Ditlantas; dan 
      3.  Pengemban fungsi pengawasan pada Ditpolair; 
      c.  tingkat Polres: 
      1.  Kaur Bin Ops (KBO) Satreskrim; 
      2.  KBO Satlantas; dan 
      3.  KBO Satpolair. 

      Paragraf 2 
      Objek  

      Pasal 81 

      Objek pengawasan dan pengendalian Penyelidikan dan Penyidikan meliputi: 
      a.  petugas penyelidik dan penyidik; 
      b.  kegiatan penyelidikan dan penyidikan;  
      c.  administrasi penyelidikan dan penyidikan; dan 
      d.  administrasi lain yang mendukung penyelidikan dan penyidikan. 
      Pasal ..... 40 



      Pasal 82 

      (1)  Petugas penyelidik dan penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a 
      adalah pejabat Polri yang melakukan penyelidikan/penyidikan berdasarkan surat 
      perintah tugas. 

      (2)  Pengawasan  dan pengendalian  terhadap petugas  penyelidik dan penyidik, 
      meliputi: 
      a.  sikap, moral dan perilaku selama melaksanakan tugas penyelidikan dan 
      penyidikan; 
      b.  perlakuan dan pelayanan terhadap tersangka, saksi dan barang bukti;  
      c.  hubungan penyelidik/penyidik dengan tersangka, saksi, dan keluarga atau 
      pihak lain yang terkait dengan perkara yang sedang ditangani; dan 
      d.  hubungan  penyidik  dengan instansi penegak hukum dan instansi terkait 
      lainnya. 

      (3)  Pengawasan dan pengendalian  terhadap kegiatan penyelidikan dan penyidikan 
      sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b, meliputi: 
      a.  teknis dan taktis penyelidikan/penyidikan; dan 
      b.  profesionalisme penyelidikan/penyidikan. 

      (4)  Pengawasan  dan pengendalian  terhadap  administrasi  penyelidikan dan 
      penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf c, meliputi: 
      a.  kelengkapan administrasi penyelidikan/penyidikan; 
      b.  legalitas dan akuntabilitas administrasi penyelidikan/penyidikan. 

      (5)  Pengawasan  dan pengendalian  terhadap administrasi  lain yang mendukung 
      penyelidikan dan  penyidikan  sebagaimana dimaksud dalam  Pasal  81  huruf d, 
      meliputi: 
      a.  buku register perkara; dan 
      b.  pengisian dan pencatatan tata naskah (takah) perkara. 

      Paragraf 3 
      Metode  

      Pasal 83 

      Metode pengawasan dan pengendalian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, meliputi: 
      a.  penelitian laporan; 
      b.  pengawasan melekat; 
      c.  petunjuk dan arahan; 
      d.  supervisi; dan 
      e.  gelar perkara. 

      Pasal ….. 41 



      Pasal 84 

      Penelitian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf a, meliputi kegiatan 
      pemeriksaan terhadap: 
      a.  Laporan Pengaduan/Laporan Polisi; 
      b.  LHP; 
      c.  SP2HP; dan 
      d.  laporan kemajuan perkembangan hasil penyelidikan dan penyidikan. 

      Pasal 85 

      Penelitian laporan bertujuan untuk mengetahui: 
      a.  proses  penyelidikan dan penyidikan  sudah sesuai dengan ketentuan atau 
      ditemukan adanya kendala, hambatan, atau permasalahan; 
      b.  ada tidaknya unsur pidana; 
      c.  penerapan pasal sesuai dengan perkaranya; 
      d.  perkembangan hasil penyelidikan dan penyidikan; dan 
      e.  jumlah perkara yang terjadi dan persentase penyelesaiannya. 

      Pasal 86 

      Penelitian laporan dilakukan oleh: 
      a.  pejabat struktural; 
      b.  Atasan Penyidik; dan 
      c.  pejabat pengemban fungsi pengawasan Penyidikan. 

      Pasal 87 

      Pengawasan melekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf b, dilaksanakan 
      oleh atasan penyidik dengan cara pengawasan dan pengendalian: 
      a.  langsung pelaksanaan penyelidikan; 
      b.  administrasi penyidikan;  
      c.  pengolahan TKP;  
      d.  tindakan upaya paksa;  
      e.  pelaksanaan rekonstruksi atau reka ulang; 
      f.  penanganan tahanan dan barang bukti; dan 
      g.  tindakan lain yang ada kaitannya dengan penyelidikan dan penyidikan.  


      Pasal ..... 42 



      Pasal 88 

      (1)  Petunjuk dan arahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf c, diberikan 
      dengan cara: 
      a.  melalui surat;  
      b.  langsung melalui tatap muka, dan briefing; atau 
      c.  melalui telepon atau alat komunikasi lainnya. 

      (2)  Petunjuk dan arahan dapat dilakukan oleh atasan langsung  penyidik, pejabat 
      struktural, dan pejabat pengemban fungsi pengawasan penyidikan. 

      Pasal 89 

      (1)  Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 huruf d, dilaksanakan: 
      a.  secara rutin; dan 
      b.  insidentil. 

      (2)  Supervisi secara rutin dilaksanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan. 

      (3)  Supervisi insidentil dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan. 

      (4)  Supervisi dilaksanakan oleh pejabat  struktural, pengemban fungsi  pengawasan 
      Penyidikan serta pengemban fungsi pengawasan umum dan daerah. 

      Pasal 90 

      Supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 bertujuan untuk: 
      a.  mengetahui proses penyelidikan dan penyidikan dilaksanakan sesuai ketentuan 
      atau ditemukan adanya kendala, hambatan, atau permasalahan;  
      b.  klarifikasi terhadap laporan atau pengaduan masyarakat dengan fakta yang ada 
      atau ditemukan; 
      c.  memecahkan permasalahan atau kendala yang dihadapi  penyidik/penyidik 
      pembantu  dan memberikan alternatif solusi; 
      d.  menjamin kualitas proses penyelidikan dan penyidikan; dan 
      e.  sebagai konsultan dalam pemecahan masalah. 

      Paragraf 4 
      Hasil Pengawasan  

      Pasal 91 

      Dalam hal hasil pengawasan ditemukan adanya dugaan pelanggaran disiplin atau kode 
      etik profesi Polri yang dilakukan penyidik/penyidik pembantu, sebelum diproses melalui 
      mekanisme acara hukuman disiplin, harus dilakukan pemeriksaan pendahuluan oleh 
      atasan penyidik, pengawas penyidikan atau pejabat atasan pengawas penyidikan. 

      Pasal ….. 
       43 



      Pasal 92 

      Dalam hal  hasil pemeriksaan pendahuluan  sebagaimana dimaksud dalam Pasal  91, 
      telah menemukan petunjuk: 
      a.  diduga telah terjadi pelanggaran disiplin atau pelanggaran kode etik profesi Polri, 
      pemeriksaan selanjutnya diserahkan kepada fungsi Propam Polri paling lambat 7 
      (tujuh) hari setelah dilaksanakan pemeriksaan pendahuluan; dan 
      b.  diduga  telah terjadi  tindak pidana  yang dilakukan oleh  penyidik/penyidik 
      pembantu  dalam pelaksanaan  penyidikan, proses penyidikannya  diserahkan 
      kepada fungsi Reskrim. 

      Pasal 93 

      Untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian kinerja Penyidik/Penyidik Pembantu, 
      catatan setiap kegiatan  Penyidikan  berikut berkas perkara wajib disimpan dalam 
      database Sistem Pengawasan dan Penilaian Kinerja Penyidik (SPPKP). 

      BAB IV 

      EVALUASI KINERJA PENYIDIK 

      Pasal 94 

      (1)  Untuk mengukur tingkat keberhasilan  penyidik/penyidik pembantu,  dilakukan 
      evaluasi kinerja dengan membuat  rekapitulasi data tentang kegiatan dan hasil 
      penyelidikan dan penyidikan berupa: 
      a.  jumlah perkara yang diterima, diproses dan diselesaikan; dan 
      b.  rincian jumlah setiap jenis penindakan yang dilaksanakan oleh 
      penyidik/penyidik  pembantu  meliputi pemanggilan, pemeriksaan, 
      penangkapan,  penahanan, penggeledahan,  penyitaan, pengeluaran 
      tahanan dan penyerahan berkas perkara. 

      (2)  Evaluasi  rekapitulasi  data kegiatan dan hasil penindakan dilaksanakan  secara 
      berkala dan berjenjang dari tingkat Polsek sampai tingkat Mabes Polri sekurang-
      kurangnya setiap 1 (satu) bulan sekali dan dirangkum dalam laporan bulanan. 

      (3)  Laporan  bulanan  dibuat  secara berjenjang  dari tingkat Polsek sampai dengan 
      Mabes Polri dengan jadwal pengiriman setiap bulannya sebagai berikut: 
      a.  laporan dari Polsek paling lambat tanggal  5  (lima)  setiap bulan  sudah 
      diterima di Polres (Kapolres dan Kasatreskrim); 
      b.  laporan dari Polres paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan sudah 
      diterima di Polda (Kapolda dan Dirreskrim); dan 
      c.  laporan dari Polda  dan  Satker Mabes Polri yang menangani  penyidikan 
      paling lambat tanggal 15  (lima  belas)  setiap bulan  sudah diterima                   
      di Bareskrim Polri (Kabareskrim Polri). 
      (4)   Laporan ….. 
       44 



      (4)  Laporan bulanan digunakan sebagai bahan untuk: 
      a.  pemantauan perkembangan penyidikan; 
      b.  evaluasi kinerja satuan kewilayahan; 
      c.  evaluasi kinerja satker Mabes Polri yang menangani penyidikan; dan 
      d.  pendataan di Pusat Informasi Kriminal Nasional. 

      Pasal 95 

      (1)  Analisis dan evaluasi (Anev) kemampuan penyelesaian  perkara yang ditangani 
      secara periodik: 
      a.  Anev  kinerja  penyidik/penyidik pembantu  pada  semester pertama  dan 
      kedua pada tahun berjalan; dan 
      b.  Anev kinerja penyidik/penyidik pembantu selama 1 (satu) tahun. 

      (2)  Pengiriman  Anev kinerja  tiap  semester dan tahunan dengan jadwal  sebagai 
      berikut: 
      a.  Anev  semester pertama dari Polres paling lambat tanggal 10  Juli sudah 
      diterima di Polda,  dari Polda  dan Satker Mabes Polri yang membidangi 
      penyidikan  paling lambat tanggal 15  Juli sudah diterima Kabareskrim 
      Polri; dan 
      b.  Anev  semester  kedua dan akhir tahun  dari Polres paling lambat tanggal 
      10 Januari sudah diterima di Polda,  dari Polda  dan  Satker Mabes Polri 
      yang membidangi penyidikan paling lambat tanggal 15 Januari pada tahun 
      berikutnya sudah diterima Kabareskrim Polri. 

      Pasal 96 

      (1)  Untuk kepentingan  evaluasi perkara yang ditangani PPNS dan  pendataan 
      Pusiknas, Korwas PPNS tingkat Polda dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri 
      wajib berkoordinasi dan meminta data perkara yang ditangani oleh PPNS. 

      (2)  Korwas PPNS Polda dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri wajib melaporkan 
      hasil koordinasi dan data penanganan perkara oleh PPNS paling lambat tanggal 
      15 (lima belas) setiap bulan sudah diterima Kabareskrim Polri. 

      (3)  Anev semester dari Korwas PPNS Polda dan Biro Korwas PPNS Bareskrim Polri  
      sudah diterima paling lambat tanggal 10 Juli,  anev  semester kedua dan  akhir 
      tahun paling lambat tanggal 15  Januari  pada tahun berikutnya  sudah diterima 
      Kabareskrim Polri. 



      Pasal ….. 45 



      Pasal 97 

      Untuk kepentingan pengawasan dan pengendalian kinerja  penyidik, catatan setiap 
      kegiatan penyidikan berikut berkas perkara  wajib disimpan dalam  database  Sistem 
      Pengawasan dan Penilaian Kinerja Penyidik (SPPKP). 

      BAB V 

      PERAN ATASAN PENYIDIK 

      Bagian Kesatu 
      Tugas 

      Pasal 98 

      Atasan penyidik  bertugas untuk memastikan setiap tahapan penyidikan berjalan sesuai 
      ketentuan, melalui upaya sebagai berikut: 
      a.  tahap persiapan: 
      1.  meneliti kelengkapan administrasi  penyidikan dan rencana penyidikan; 
      dan 
      2.  memberikan petunjuk tentang proses penyidikan yang akan dilaksanakan; 
      b.  tahap pelaksanaan: 
      1.  menjamin proses penyidikan  terlaksana secara transparan dan akuntabel 
      sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;  
      2.  melakukan kegiatan pengawasan penyidikan melalui: 
      a)  pemeriksaan tata naskah administrasi penyidikan; 
      b)  SP2HP; 
      c)  pemeriksaan laporan kemajuan penyidikan; 
      d)  pengelolaan tahanan dan barang bukti; 
      e)  supervisi; dan 
      f)  pelaksanaan gelar perkara; 
      c.  tahap pengakhiran: 
      1.  meneliti kelengkapan Berkas Perkara sebelum diajukan ke  JPU  untuk 
      menghindari terjadinya bolak-balik berkas perkara; 
      2.  memberikan petunjuk kepada  penyidik/penyidik pembantu  ketika Berkas 
      Perkara dikembalikan oleh JPU; 
      3.  mengikuti perkembangan penyerahan Berkas Perkara,  Tersangka  dan 
      barang bukti kepada JPU; dan/atau  
      4.  meneliti secara cermat pertimbangan hukum dasar penetapan SP3. 

      Bagian ….. 
       46 



      Bagian Kedua 
      Wewenang 

      Pasal 99 

      Atasan penyidik berwenang untuk: 
      a.  memberdayakan  seluruh sumber daya personel, materiil, dan anggaran untuk 
      menjamin terselenggaranya proses  penyelidikan dan penyidikan  secara efektif 
      dan efisien; 
      b.  melakukan Anev  hasil  penyelidikan dan  penyidikan, mengendalikan jalannya 
      penyelidikan  dan  penyidikan  serta memantau kinerja  penyidik/penyidik 
      pembantu; 
      c.  mengawasi pelaksanaan proses  penyelidikan dan  penyidikan  yang memenuhi 
      persyaratan formal dan material; dan 
      d.  melakukan analisis hasil akhir penyelidikan dan penyidikan. 

      Bagian Ketiga 
      Tanggung Jawab 

      Pasal 100 

      Atasan penyidik bertanggung jawab secara manajerial terhadap: 
      a.  keselamatan penyelidik dan  penyidik/penyidik pembantu  dalam pelaksanaan 
      tugas; 
      b.  peningkatan pengetahuan dan keterampilan penyidik/penyidik pembantu; 
      c.  proses penyelidikan dan penyidikan serta penyelesaian penanganan perkara; 
      d.  pemecahan masalah  dan hambatan  yang dihadapi oleh  penyidik/penyidik 
      pembantu dalam pelaksanaan tugas; 
      e.  penyelenggaraan  proses  penyidikan  secara  profesional,  prosedural,  objektif, 
      transparan dan akuntabel; 
      f.  terwujudnya kepastian hukum dalam proses penyidikan; 
      g.  adanya gugatan praperadilan atau upaya hukum lain sebagai akibat dari proses 
      penyidikan;  
      h.  independensi penyidikan;  
      i.  komplain masyarakat; dan 
      j.  pemberitaan media massa yang dapat menimbulkan opini yang salah terhadap 
      penyidikan. 

      BAB ..... 
       47 



      BAB  VI 


      KETENTUAN PENUTUP 

      Pasal 101 

      Pada saat peraturan ini mulai berlaku, maka  Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2009 
      tentang Pengawasan dan Pengendalian  Penanganan  Tindak  Pidana di Lingkungan 
      Kepolisian Negara Republik Indonesia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 

      Pasal 102 

      Peraturan Kapolri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 
      Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Kapolri ini diundangkan  dengan 
      penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 

         



      Ditetapkan di Jakarta 
      pada  tanggal                     25          Juni         2012 

      KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, 



      Drs.  TIMUR PRADOPO 
      JENDERAL POLISI 

      Diundangkan di Jakarta  
      pada tanggal                        2012 
         

      MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA 
      REPUBLIK INDONESIA, 



      AMIR SYAMSUDIN 

         
      BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN  2012 NOMOR  

      Paraf: 
      1.  Kabareskrim Polri  : ………… 
      2.  Kadivkum Polri  : ………… 
      3.  Kasetum Polri  : ………… 
      4.  Wakapolri  : ………… 

      0 komentar:

      Posting Komentar

      Total Pageviews

      Blogger news

      Diberdayakan oleh Blogger.

      Popular Posts

      Followers

      Followers

      Featured Posts

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news