• About

      Selasa, 02 Oktober 2012

      HAK MENDAPAT BANTUAN HUKUM


       “You have the right to remain silent. Anything you say can and will be used against you in a court of law. You have the right to an attorney present during questioning. If you cannot afford an attorney, one will be appointed for you.”

      Bagi yang gemar menonton film-film produksi Hollywood, terutama film-film yang berkisah tentang kehidupan kepolisian, tentu pernah beberapa kali mendengar kata-kata seperti ini diucapkan oleh polisi dalam adegan film. Biasanya adegan akan didahului dengan polisi mengejar tersangka pelaku kejahatan. Kemudian, pada saat tersangka tertangkap, saat itu juga polisi tersebut akan mengucapkan hak-haknya seperti kata-kata di atas. Di Amerika, pemberitahuan hak-hak tersangka ini terkenal dengan sebutan Miranda Warning.Berawal Dari Kasus Miranda Adalah seorang pemuda di Arizona, Amerika Serikat yang bernama Ernesto Arturo Miranda. Ia ditangkap oleh polisi pada Maret 1963 karena dugaan melakukan tindak pidana perampokan. Pada saat ditangkap, Miranda tidak pernah diberitahu hak-haknya sebagai tersangka, termasuk hak untuk mendapat bantuan hukum dari penasehat hukum/advokat. Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan, akhirnya Miranda mengakui perbuatannya secara tertulis, bahwa ia telah memperkosa seorang gadis berumur 18 tahun dua hari sebelumnya.
      Akhirnya berkas perkara Miranda dilimpahkan ke pengadilan. Hakim menyimpulkan Miranda terbukti bersalah dengan hukuman 20 tahun penjara. Ia dan penasehat hukumnya keberatan atas putusan pengadilan tingkat pertama, sehingga mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung AS. Upaya hukum yang dilakukan Miranda ternyata tidak sia-sia. Mahkamah Agung menangguhkan hukuman terhadapnya dengan alasan proses hukum dan pengakuan yang dibuat Miranda tanpa terlebih dahulu diberitahukan hak-haknya selaku tersangka adalah tidak sah.
      Sejak itu, putusan kasus Miranda menjadi putusan yang cukup terkenal di AS, dan selalu dipatuhi serta diikuti oleh hakim-hakim berikutnya. Kaidah hukum dalam putusan ini kemudian terkenal dengan sebutan Miranda Rule.
      Miranda Rule dalam KUHAP
      Jika Miranda Rule merupakan pedoman hukum bagi pengakuan hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum di suatu negara yang bertradisi common law, yaitu negara yang hukumnya berorientasi pada putusan hakim (judge made law), maka bagaimana kiranya hal ini diakui dan diatur dalam sistem hukum Indonesia?
      Sebagai sebuah negara yang bertradisi civil law, yaitu negara yang hukumnya berorientasi pada peraturan undang-undang yang disusun secara sistematis dan lengkap, pengaturan hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum di Indonesia telah diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, atau biasa disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
      Selain telah diatur dalam pasal-pasalnya, persoalan pengakuan hak tersangka untuk mendapat bantuan hukum dalam KUHAP pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari riwayat yang melatarbelakangi lahirnya KUHAP itu sendiri. Bahwa kelahiran KUHAP sebagai pengganti Het Herziene Inlandsch Reglement (HIR), antara lain adalah karena hal-hal yang diatur dalam HIR dirasa belum memberikan jaminan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia yang merupakan syarat dari suatu negara hukum. Padahal UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum (rechtsstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).
      Dengan asas kesamaan kedudukan di hadapan hukum, berarti setiap orang harus diperlakukan sama di hadapan hukum tanpa membedakan agama, suku, jabatan, profesi, dan lain sebagainya. Tidak boleh ada diskriminasi dalam perlakuan dan tindakan hukum yang dikenakan kepada seorang dengan seorang yang lainnya. Oleh karena itu, dalam proses penegakan hukum khususnya hukum pidana, KUHAP memandang seluruh pihak yang terlibat, baik aparat penegak hukum maupun tersangka atau terdakwa mempunyai kedudukan yang setara untuk menuju satu tujuan yang sama, yaitu pencarian kebenaran dan keadilan.
      Meskipun berkedudukan sebagai tersangka/terdakwa, seseorang harus tetap diakui dan dihormati harkat dan martabatnya serta dijamin hak asasinya. Hal ini berhubungan dengan pemberlakuan satu asas penting lain dalam hukum acara pidana, yaitu asas praduga tak bersalah. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai ia dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
      Mendapat bantuan hukum dari penasihat hukum/advokat dalam proses pemeriksaan perkara merupakan hak tersangka/terdakwa (Pasal 54 KUHAP), termasuk dalam hal ini hak untuk memilih sendiri penasihat hukumnya (Pasal 55 KUHAP). Bahkan andaipun dalam pelaksanaannya tersangka tidak mengetahui akan haknya tersebut, maka penyidik sebelum mulai melakukan pemeriksaan terhadap perkara wajib memberitahu tersangka tentang haknya untuk mendapat bantuan hukum (Pasal 114 KUHAP).
      Tidak hanya itu, dalam perkara-perkara dengan kategori tertentu, seorang tersangka wajib didampingi oleh penasihat hukum dalam proses pemeriksaan. Hal ini diatur dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang mengatakan bahwa dalam hal tersangka/terdakwa disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau ancaman pidana lima belas tahun atau lebih, atau bagi mereka yang tidak mampu yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasihat hukum bagi mereka.
      Akibat Hukum Pelanggaran Miranda Rule
      Ketentuan Pasal 54, 55, 56 dan 114 KUHAP adalah jaminan perlindungan hukum bagi tersangka/terdakwa untuk mendapat bantuan hukum yang pelaksanaannya wajib dipenuhi dalam suatu proses penyidikan. Sebagai ketentuan yang bersifat imperatif, pengabaian atau pelanggaran terhadap hak tersebut dapat berakibat pada tidak sahnya proses pemeriksaan yang telah dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa. Apabila ternyata terhadap perkara seperti ini jaksa penuntut umum (JPU) tetap mengajukan penuntutannya ke pengadilan, maka pengadilan dalam putusannya akan menyatakan tuntutan JPU tidak dapat diterima.
      Ini dapat dilihat dari Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993, sebagaimana yang dikutip oleh mantan Hakim Agung Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP bagian Penyidikan dan Penuntutan (2004:97). Pengadilan Kasasi dalam pertimbangannya atas perkara ini menyatakan apabila syarat-syarat permintaan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk penasihat hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan JPU dinyatakan tidak dapat diterima

      0 komentar:

      Posting Komentar

      Total Pageviews

      Blogger news

      Diberdayakan oleh Blogger.

      Popular Posts

      Followers

      Followers

      Featured Posts

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news