21.00
taufiq musa
No comments
BAB
I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Pengelolaan lingkungan hidup dilandasi oleh cara pandang
(visi) yang luas dan tajam jauh ke depan dengan misi yang jelas dan
program-program nyata yang bermanfaat dalam rangka mewujudkan suatu
kebijaksanaan program pengelolaan lingkungan hidup dengan paradigma,
mengintegrasikan tuntutan penerapan hak asasi, demokrasi dan lingkungan hidup
dalam suatu kelestarian fungsi lingkungan yang menunjang pelestarian fungsi
lingkungan. Pada saat yang sama, semua orang sama-sama memiliki tanggungjawab
untuk membantu kebaikan bersama, menyeimbangkan tindakan mereka kepada keamanan
dan kesejahteraan orang lain, melindungi kepentingan masa depan dengan mengejar
perkembangan terus menerus dan menjaga publik global memelihara warisan intelektual
dan kultural manusia, aktif berpartisipasi dalam pengaturan global dan bekerja
untuk menghapus korupsi dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Rumusan
Masalah
Peran dan Fungsi
Penegakan Hukum lingkungan pidana ?
Hukum pidana selalu
dipandang sebagai ultimum remedium ?
BAB
II
PEMBAHASAN
Peran
dan Fungsi Penegakan Hukum Pidana Lingkungan
Peran dan fungsi hukum yang penting adalah memberikan
prediktabilitas, artinya melalui pembacaan terhadap teks hukum dapat diketahui
apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang diharapkan dari suatu tindakan.
Selanjutnya, pembangunan di bidang hukum juga menyangkut
sumber daya manusia, terlebih-lebih profesionalisme para penegak hukum. Dan
profesionalisme ini berkaitan erat dengan penegakan etika profesi hukum. Dalam
melaksanakan profesi, dituntut adanya moralitas yang tinggi dari pelakunya.
Moralitas yang tinggi tersebut bercirikan kepada:
a.
berani berbuat dengan tekad untuk
bertindak sesuai dengan tuntutan profesi,
b.
sadar akan kewajibannya, dan
c.
memiliki idealisme yang tinggi.
Ketiga ciri yang disebutkan di atas, menjadikan subjek
dalam mengambil keputusan berangkat dari kesadaran moralnya sendiri, yaitu yang
disebut dengan suara hati . Suara hati ini memerlukan nalar , dan nalar baru
dapat dilakukan dengan baik apabila mendapat informasi atau data sebanyak
mungkin tentang konflik moral yang terjadi. Artinya, suara hati dapat saja
keliru, terutama jika tidak di dukung oleh informasi atau data yang memadai. Kualitas
pengemban profesi tercermin dalam sikapnya yang memiliki keahlian yang
berkeilmuan dan motivasi dalam mewujudkan/melaksanakan tugas profesinya merupakan
amanah bukan kekuasaan. Pengemban profesi hukum melaksanakan tugasnya
berdasarkan landasan keagamaan, yang melihat profesinya sebagai tugas kemasyarakatan
dan sekaligus sebagai sarana mewujudkan kecintaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa
dengan tindakan nyata. Artinya, pengemban profesi hukum dalam menjalankan
fungsinya harus selalu mengacu kepada tujuan hukum untuk memberikan pengayoman
kepada setiap manusia dalam mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, yang bertumpu
kepada martabat manusia. Pengemban profesi yang berkualitas bercirikan memiliki
ketrampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai ilmu dan
pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, peka di dalam
membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat di dalam mengambil keputusan
terbaik atas dasar kepekaan, punya sikap orientasi ke depan sehingga mampu
mengantisipasi perkembangan yang terjadi maupun di masa depan, punya sikap
mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan
menghargai pihak lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan
pribadinya guna mengambil keputusan yang adil yang didasari kebenaran.
Penegakan hukum yang semata-mata mengacu pada kepentingan hukum atau umum tanpa mempertimbangkan kepentingan pembangunan, dapat menimbulkan situasi dan kondisi yang justru akan menghambat pembangunan berkelanjutan, sebaliknya kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Penegakan hukum yang semata-mata mengacu pada kepentingan hukum atau umum tanpa mempertimbangkan kepentingan pembangunan, dapat menimbulkan situasi dan kondisi yang justru akan menghambat pembangunan berkelanjutan, sebaliknya kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
Hal diatas menunjukkan bahwa ada dua tugas berat yang
dilaksanakan secara arif dan bijaksana dalam era pembangunan saat ini, yaitu
meletakkan pada titik keseimbangan dan keserasian yang saling menunjang secara
sinergik antara penegakan hukum lingkungan dengan pelaksanaan pembangunan.
Penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat
dan untuk ini pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak.
Masyarakat bukan penonton bagaimana hukum ditegakkan, akan tetapi masyarakat
aktif berperan dalam penegakan hukum . Penegakan hukum lingkungan sebagai suatu
tindakan dan/atau proses paksaan untuk mentaati hukum yang didasarkan kepada
ketentuan, peraturan perundang-undangan dan/atau persyaratan-persyaratan
lingkungan. Undang-undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPPLH) telah menegaskan 3 (tiga) langkah penegakan hukum
secara sistematis, yaitu mulai dengan penegakan hukum administratif,
penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan dan penyidikan
atas tindak pidana lingkungan hidup. Konsekwensi dari hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat yaitu adanya kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara
lingkungan hidup guna mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan.
Adanya kewajiban untuk melindungi lingkungan hidup
tersebut berarti bahwa lingkungan hidup dengan segala sumberdayanya merupakan
kekayaan yang dapat digunakan setiap orang, dan karena itu harus dijaga untuk
kepentingan masyarakat dan generasi mendatang. Perlindungan lingkungan hidup
dan sumberdaya alamnya mempunyai tugas ganda, yaitu melayani kepentingan
masyarakat secara keseluruhannya dan kepentingan individu. Fungsionalisasi
hukum pidana untuk mengatasi masalah perusakan lingkungan akibat pembangunan
diwujudkan melalui perumusan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undan¬gan
yang berlaku. Ada dua alasan diperlukannya sanksi pidana, yaitu: Pertama,
sanksi pidana selain dimaksudkan untuk melindungi kepentingan manusia, juga
untuk melindungi kepentingan lingkungan karena manusia tidak dapat menikmati
harta benda dan kesehatannya dengan baik jika persyaratan dasar tentang
kualitas lingkungan yang baik tidak terpenuhi. Kedua, pendayagunaan sanksi
pidana juga dimaksudkan untuk memberikan rasa takut kepada pencemar potensial.
Sanksi pidana dapat berupa pidana penjara, denda, perintah memulihkan
lingkungan yang tercemar dan/atau rusak, penutupan tempat usaha dan pengumuman
melalui media massa yang dapat menurunkan nama baik badan usaha yang
bersangkutan. Penegakan hukum lingkungan kepidanaan didasarkan kepada asas
legalitas, baik aspek materiel maupun aspek formalnya. Kegiatan penegakan hukum
lingkungan kepidanaan hanya sah bila substansi materiilnya didasarkan pada
pasal-pasal pidana lingkungan hidup yang sebagian besar bertebaran di luar
KUHP, dan kegiatan penega-kan dilakukan sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana, serta berpedoman kepada Keputusan Menteri Kehakiman
RI No. M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP.
Pelaksanaan penegakan hukum lingkungan kepidanaan dalam
praktek di lapangan bermula dari kegiatan pengumpulan bahan keteragan
(penyelidikan), dilanjutkan dengan kegiatan
penyidikan, Penuntu¬tan, Putusan Hakim dan eksekusi putusan hakim, harus pula
memper¬hatikan sifat-sifat khas dan kompleksitas dari suatu kasus ling¬kungan
hidup. Karena itu, sesuai dengan asas pengelolaan lingkun¬gan hidup, maka
penegakan hukum lingkungan kepidanaan juga dila¬kukan secara terpadu dan
terkoordinasi dengan aparat sektoral, terutama yang berwenang dalam bidang
penerbitan izin, pengawasan, pemantauan lingkungan dan penegakan hukum
lingkungan administra¬tif. .
Hukum lingkungan kepidanaan dapat berdayaguna, tidak
hanya diten¬tukan oleh sanksi pidananya, tetapi juga oleh konsep
pertanggung¬jawaban pidana yang berlaku. Konsep pertanggungjawaban pidana
menjadi penting, sebab masalah pencemaran/ perusakan lingkungan bisa terjadi
(bersumber) dari kegiatan-kegiatan badan-badan usaha (pengembang) yang di
dalamnya terlibat banyak orang dengan berbagai tingkatan tugas dan
tang¬gungjawab pekerjaan. Dalam hal ini perlu dikembangkan konsep tanggung
jawab korporasi (corporate liability).
Hukum
Pidana selalu dipandang sebagai Ultimum Remedium
Hukum pidana selalu dipandang sebagai ultimum remedium,
sehingga dalam membuat ketentuan-ketentuan pidana pembentuk undang-undang
selalu harus mempertanyakan apakah bagian hukum yang lain tidak telah
memberikan perlindungan yang cukup bagi kepentingan terebut dan apakah suatu
sanksi pidana memang diperlukan sekali disamping sanksi-sanksi lain yang telah
ada dalam bagian-bagian hukum lainnya itu. Dalam menimbang itu pembentuk
undang-undang berkali-kali harus memperhatikan apakah sanksi-sanksi lain itu
dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap kepentingan masyarakat.
Secara umum dikatakan bahwa tindakan pembentuk
undang-undang menyatakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana di dorong oleh
keinginan untuk melindungi “kepentingan” yaitu kepentingan yang secara langsung
atau tidak langsung mempunyai arti bagi masyarakat, diantaranya berupa
ketenangan dan ketertiban dalam masyarakat, kemudian pembentuk undang-undang
juga memperimbangkan serta membandingkan antara ketidaktenangan yang akan
timbul maupun kerugian masyarakat yang akan timbul jika perbuatan tersebut
tidak dinyatakan sebagai tindak pidana. Dengan kata lain, pembentuk
undang-undang pada umumnya berpendapat kelakuan (perbuatan) yang dinyatakan
dapat di pidana oleh karena immoral juga merusak atau merugikan, atau
sekurang-kurangnya dapat merusak atau merugikan.
Memperhatikan
pertimbangan huruf “a” sampai dengan huruf “e” UUPLH, yang menyebutkan:
a.
bahwa lingkungan hidup yang baik dan
sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan
dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa pembangunan ekonomi nasional
sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan;
c.
bahwa semangat otonomi daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa
perubahan hubungan dan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah,
termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
d.
bahwa kualitas lingkungan hidup yang
semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk
hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan;
e.
bahwa pemanasan global yang semakin
meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas
lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
Maka dapat diketahui bahwa kepentingan yang akan
dilindungi dalam UUPLH yaitu kehidupan manusia, kelestarian fungsi lingkungan
hidup dan pembangunan berkelanjutan. Tindak pidana di bidang lingkungan hidup
biasanya (banyak) yang terkait dengan pengaturan atau berkenan dengan perbuatan
pelanggaran atas kebijakan penguasa administratif yang biasanya bersifat
preventif, dan terkait dengan larangan bertindan tanpa izin. Hal ini menjadikan
muncul pendapat bahwa kewenangan hukum pidana untuk melakukan penyidikan dan
pemeriksaan selebihnya hanya akan dimungkinkan jika sarana lain (penegakan
hukum lainnya) telah diupayakan dan gagal (daya kerja subsidiaritas hukum
pidana). Memandang ultimum remedium hukum pidana sebagai upaya terakhir, atau
penjatuhan pidana jika sanksi-sanksi hukum lainnya (administratif atau perdata)
terbukti tidak memadai dalam menanggulangi kasus lingkungan hidup. Pandangan
ini tidak sepenuhnya mengandung kebenaran atau mutlak untuk dijalankan, oleh
karena bisa terjadi adanya keengganan pihak pemerintah untuk melakukan tindakan
administratif atau pemerintah setempat enggan untuk terlibat dalam kasus
tersebut karena adanya hubungan kepentingan personal yang mana pengusaha
tersebut memiliki hubungan dengan partai politik atau pihak penguasa, apakah
tetap melaksanakan hukum pidana sebagai upaya terakhir, sementara telah terjadi
pelanggaran terhadap lingkungan bahkan telah menimbulkan kerugian serta memunculkan
rasa ketidakadilan.
Penerapan ketentuan pidana perlu memperhatikan asas
subsidiaritas sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum UUPPLH. Penjelasan
umum UUPPLH menyebutkan: “ … Penegakan hukum pidana lingkungan tetap
memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum
pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi
dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi
tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu
air limbah, emisi, dan gangguan.”. Penjelasan umum UUPPLH tersebut, hanya
memandang hukum pidana sebagai upaya terakhir (ulmitimum remedium) bagi tindak
pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air
limbah, emisi, dan gangguan, sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UUPPLH.
Sementara untuk tindak pidana lainnya yang diatur selain Pasal 100 UUPPLH,
tidak berlaku asas ultimum remedium, yang diberlakukan asas premium remedium
(mendahulukan pelaksanaan penegakan hukum pidana). Pandangan hukum pidana dapat
dipergunakan sebagai instrumen dalam rangka perlindungan terhadap lingkungan
hidup, membawa konsekuensi terhadap keterjalinan hukum pidana dengan hukum
administrasi.
Keterjalinan upaya penyidikan hukum pidana dengan sarana hukum administrasi (yang lebih cenderung melaksanakan tugasnya dalam rangka prevensi atau memandang pelanggaran masalah lingkungan sebagai yang harus dipecahkan, diberi nasehat dan/atau perbaikan keadaan) akan menjadikan penegakan hukum lingkungan lebih baik jika berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendala jika tidak bersinergi.
Keterjalinan upaya penyidikan hukum pidana dengan sarana hukum administrasi (yang lebih cenderung melaksanakan tugasnya dalam rangka prevensi atau memandang pelanggaran masalah lingkungan sebagai yang harus dipecahkan, diberi nasehat dan/atau perbaikan keadaan) akan menjadikan penegakan hukum lingkungan lebih baik jika berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendala jika tidak bersinergi.
BAB
III
PENUTUP
Keimpulan
1.
Penegakkan hukum lingkungan dapat dilakukan
dengan pemberiab sanksi yang berupa sanksi administrasi.
2.
Penanganan kasus pidana lingkungan dilakukan
dalam kerangka kerjasama terpadu mencegah dan meminimalkan adanya
perbedaan-perbedaan dalam persepsi dan aparat pemerintah daerah serta instasi
sektoral yang terkait memberikan dukungan penuh.
3.
Selanjutnya, juga perlu terbina persamaan
persepsi dan pemahaman antara saksi-saksi, ahli dan penuntut umum terhadap
aspek teknis dan hukumnya guna dapat dikontruksikannya aspek teknis dan aspek
yuridis secara tepat, Pemikiran lebih lanjut mengenai gagasan penegakan hukum
satu atap (kuhususnya untuk tindak pidana lingkungan) di Indonesia perlu
dilakukan penyiapan terhadap sistem pengembangan karir dan insentif bagi
sejumlah polisi dan jaksa yang akan direkruit.
DAFTAR
PUSTAKA
Azhar, Penegakan Hukum Lingkungan di
Indonesia, palembang, Universitas Sriwijaya, September, 2003.
Eggi
Sudjana Riyanto, Penegakan Hukum Lingkungan dan Perspektig Etika Bisnis di
Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1999
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi
Allah SWT Tuhan seru sekalian alam, yang maha besar, yang maha pengasih lagi
maha penyayang terhadap semua mahluknya.
Salawat dan salam
atas junjungan kita nabi besar Muhammad SAW sebagai seorang nabi yang mana
diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai seoran
manusia sempurna yang juga telah membawa umat manusia dari alam kegelapan, dari
alam kebodohan menjadi alam yang terang benderang dan dalam naungan agama
islam.
Makalah yang berjudul “Penegakan Hukum Pidana Lingkungan ” adalah sebuah makalah yang yang mana dalam
makalah ini membahas tentang pidana Lingkungan Di Indonesia.
Selanjutnya sebuah
ungkapan terima kasih yang sedemikian besar kepada Bapak Dosen yang telah
memberikan tugas makalah ini sebab pengetahuan tentang Hukum Lingkungan yang saya ketahui semakin bertambah dan itulah yang
sesungguhnya saya inginkan.
Demikian dan sebelum
saya akhiri, tentunya banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini dan
kekurangan itu butuh saya rasa butuh kritik dan saran yang konstruktif demi
pemyempurnaan makalah ini.
Terima kasih
Assalamu Alaikum
Warahmatullahi Wabarakaatuh
Makassar, 11
Januari 2012
Penulis
0 komentar:
Posting Komentar