• About

      Jumat, 03 Februari 2012

      Penegakan Hukum Lingkungan


      BAB I
      PENDAHULUAN
      Latar Belakang
                  Pengelolaan lingkungan hidup dilandasi oleh cara pandang (visi) yang luas dan tajam jauh ke depan dengan misi yang jelas dan program-program nyata yang bermanfaat dalam rangka mewujudkan suatu kebijaksanaan program pengelolaan lingkungan hidup dengan paradigma, mengintegrasikan tuntutan penerapan hak asasi, demokrasi dan lingkungan hidup dalam suatu kelestarian fungsi lingkungan yang menunjang pelestarian fungsi lingkungan. Pada saat yang sama, semua orang sama-sama memiliki tanggungjawab untuk membantu kebaikan bersama, menyeimbangkan tindakan mereka kepada keamanan dan kesejahteraan orang lain, melindungi kepentingan masa depan dengan mengejar perkembangan terus menerus dan menjaga publik global memelihara warisan intelektual dan kultural manusia, aktif berpartisipasi dalam pengaturan global dan bekerja untuk menghapus korupsi dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.



      Rumusan Masalah
      Peran dan Fungsi Penegakan Hukum lingkungan pidana ?
      Hukum pidana selalu dipandang sebagai ultimum remedium ?









      BAB II
      PEMBAHASAN
      Peran dan Fungsi Penegakan Hukum Pidana Lingkungan
                  Peran dan fungsi hukum yang penting adalah memberikan prediktabilitas, artinya melalui pembacaan terhadap teks hukum dapat diketahui apa yang seharusnya dilakukan dan apa yang diharapkan dari suatu tindakan.
                  Selanjutnya, pembangunan di bidang hukum juga menyangkut sumber daya manusia, terlebih-lebih profesionalisme para penegak hukum. Dan profesionalisme ini berkaitan erat dengan penegakan etika profesi hukum. Dalam melaksanakan profesi, dituntut adanya moralitas yang tinggi dari pelakunya. Moralitas yang tinggi tersebut bercirikan kepada:
      a.       berani berbuat dengan tekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi,
      b.      sadar akan kewajibannya, dan
      c.       memiliki idealisme yang tinggi.
                  Ketiga ciri yang disebutkan di atas, menjadikan subjek dalam mengambil keputusan berangkat dari kesadaran moralnya sendiri, yaitu yang disebut dengan suara hati . Suara hati ini memerlukan nalar , dan nalar baru dapat dilakukan dengan baik apabila mendapat informasi atau data sebanyak mungkin tentang konflik moral yang terjadi. Artinya, suara hati dapat saja keliru, terutama jika tidak di dukung oleh informasi atau data yang memadai. Kualitas pengemban profesi tercermin dalam sikapnya yang memiliki keahlian yang berkeilmuan dan motivasi dalam mewujudkan/melaksanakan tugas profesinya merupakan amanah bukan kekuasaan. Pengemban profesi hukum melaksanakan tugasnya berdasarkan landasan keagamaan, yang melihat profesinya sebagai tugas kemasyarakatan dan sekaligus sebagai sarana mewujudkan kecintaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan tindakan nyata. Artinya, pengemban profesi hukum dalam menjalankan fungsinya harus selalu mengacu kepada tujuan hukum untuk memberikan pengayoman kepada setiap manusia dalam mewujudkan ketertiban yang berkeadilan, yang bertumpu kepada martabat manusia. Pengemban profesi yang berkualitas bercirikan memiliki ketrampilan yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, mempunyai ilmu dan pengalaman serta kecerdasan dalam menganalisis suatu masalah, peka di dalam membaca situasi, cepat dan tepat serta cermat di dalam mengambil keputusan terbaik atas dasar kepekaan, punya sikap orientasi ke depan sehingga mampu mengantisipasi perkembangan yang terjadi maupun di masa depan, punya sikap mandiri berdasarkan keyakinan akan kemampuan pribadi serta terbuka menyimak dan menghargai pihak lain, namun cermat dalam memilih yang terbaik bagi diri dan pribadinya guna mengambil keputusan yang adil yang didasari kebenaran.
      Penegakan hukum yang semata-mata mengacu pada kepentingan hukum atau umum tanpa mempertimbangkan kepentingan pembangunan, dapat menimbulkan situasi dan kondisi yang justru akan menghambat pembangunan berkelanjutan, sebaliknya kegiatan pembangunan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan.
                  Hal diatas menunjukkan bahwa ada dua tugas berat yang dilaksanakan secara arif dan bijaksana dalam era pembangunan saat ini, yaitu meletakkan pada titik keseimbangan dan keserasian yang saling menunjang secara sinergik antara penegakan hukum lingkungan dengan pelaksanaan pembangunan.
                  Penegakan hukum adalah kewajiban dari seluruh masyarakat dan untuk ini pemahaman tentang hak dan kewajiban menjadi syarat mutlak. Masyarakat bukan penonton bagaimana hukum ditegakkan, akan tetapi masyarakat aktif berperan dalam penegakan hukum . Penegakan hukum lingkungan sebagai suatu tindakan dan/atau proses paksaan untuk mentaati hukum yang didasarkan kepada ketentuan, peraturan perundang-undangan dan/atau persyaratan-persyaratan lingkungan. Undang-undang 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) telah menegaskan 3 (tiga) langkah penegakan hukum secara sistematis, yaitu mulai dengan penegakan hukum administratif, penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan dan penyidikan atas tindak pidana lingkungan hidup. Konsekwensi dari hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat yaitu adanya kewajiban bagi setiap orang untuk memelihara lingkungan hidup guna mencegah dan menanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
                  Adanya kewajiban untuk melindungi lingkungan hidup tersebut berarti bahwa lingkungan hidup dengan segala sumberdayanya merupakan kekayaan yang dapat digunakan setiap orang, dan karena itu harus dijaga untuk kepentingan masyarakat dan generasi mendatang. Perlindungan lingkungan hidup dan sumberdaya alamnya mempunyai tugas ganda, yaitu melayani kepentingan masyarakat secara keseluruhannya dan kepentingan individu. Fungsionalisasi hukum pidana untuk mengatasi masalah perusakan lingkungan akibat pembangunan diwujudkan melalui perumusan sanksi pidana dalam peraturan perundang-undan¬gan yang berlaku. Ada dua alasan diperlukannya sanksi pidana, yaitu: Pertama, sanksi pidana selain dimaksudkan untuk melindungi kepentingan manusia, juga untuk melindungi kepentingan lingkungan karena manusia tidak dapat menikmati harta benda dan kesehatannya dengan baik jika persyaratan dasar tentang kualitas lingkungan yang baik tidak terpenuhi. Kedua, pendayagunaan sanksi pidana juga dimaksudkan untuk memberikan rasa takut kepada pencemar potensial. Sanksi pidana dapat berupa pidana penjara, denda, perintah memulihkan lingkungan yang tercemar dan/atau rusak, penutupan tempat usaha dan pengumuman melalui media massa yang dapat menurunkan nama baik badan usaha yang bersangkutan. Penegakan hukum lingkungan kepidanaan didasarkan kepada asas legalitas, baik aspek materiel maupun aspek formalnya. Kegiatan penegakan hukum lingkungan kepidanaan hanya sah bila substansi materiilnya didasarkan pada pasal-pasal pidana lingkungan hidup yang sebagian besar bertebaran di luar KUHP, dan kegiatan penega-kan dilakukan sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, serta berpedoman kepada Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang Pedoman Pelaksanaan KUHAP.
                  Pelaksanaan penegakan hukum lingkungan kepidanaan dalam praktek di lapangan bermula dari kegiatan pengumpulan bahan keteragan (penyelidikan), dilanjutkan dengan   kegiatan penyidikan, Penuntu¬tan, Putusan Hakim dan eksekusi putusan hakim, harus pula memper¬hatikan sifat-sifat khas dan kompleksitas dari suatu kasus ling¬kungan hidup. Karena itu, sesuai dengan asas pengelolaan lingkun¬gan hidup, maka penegakan hukum lingkungan kepidanaan juga dila¬kukan secara terpadu dan terkoordinasi dengan aparat sektoral, terutama yang berwenang dalam bidang penerbitan izin, pengawasan, pemantauan lingkungan dan penegakan hukum lingkungan administra¬tif. .
                  Hukum lingkungan kepidanaan dapat berdayaguna, tidak hanya diten¬tukan oleh sanksi pidananya, tetapi juga oleh konsep pertanggung¬jawaban pidana yang berlaku. Konsep pertanggungjawaban pidana menjadi penting, sebab masalah pencemaran/ perusakan lingkungan bisa terjadi (bersumber) dari kegiatan-kegiatan badan-badan usaha (pengembang) yang di dalamnya terlibat banyak orang dengan berbagai tingkatan tugas dan tang¬gungjawab pekerjaan. Dalam hal ini perlu dikembangkan konsep tanggung jawab korporasi (corporate liability).
      Hukum Pidana selalu dipandang sebagai Ultimum Remedium
                  Hukum pidana selalu dipandang sebagai ultimum remedium, sehingga dalam membuat ketentuan-ketentuan pidana pembentuk undang-undang selalu harus mempertanyakan apakah bagian hukum yang lain tidak telah memberikan perlindungan yang cukup bagi kepentingan terebut dan apakah suatu sanksi pidana memang diperlukan sekali disamping sanksi-sanksi lain yang telah ada dalam bagian-bagian hukum lainnya itu. Dalam menimbang itu pembentuk undang-undang berkali-kali harus memperhatikan apakah sanksi-sanksi lain itu dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap kepentingan masyarakat.
                  Secara umum dikatakan bahwa tindakan pembentuk undang-undang menyatakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana di dorong oleh keinginan untuk melindungi “kepentingan” yaitu kepentingan yang secara langsung atau tidak langsung mempunyai arti bagi masyarakat, diantaranya berupa ketenangan dan ketertiban dalam masyarakat, kemudian pembentuk undang-undang juga memperimbangkan serta membandingkan antara ketidaktenangan yang akan timbul maupun kerugian masyarakat yang akan timbul jika perbuatan tersebut tidak dinyatakan sebagai tindak pidana. Dengan kata lain, pembentuk undang-undang pada umumnya berpendapat kelakuan (perbuatan) yang dinyatakan dapat di pidana oleh karena immoral juga merusak atau merugikan, atau sekurang-kurangnya dapat merusak atau merugikan.
      Memperhatikan pertimbangan huruf “a” sampai dengan huruf “e” UUPLH, yang menyebutkan:
      a.       bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
      b.      bahwa pembangunan ekonomi nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diselenggarakan berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
      c.       bahwa semangat otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia telah membawa perubahan hubungan dan kewenangan antara Pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
      d.      bahwa kualitas lingkungan hidup yang semakin menurun telah mengancam kelangsungan perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya sehingga perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh semua pemangku kepentingan;
      e.       bahwa pemanasan global yang semakin meningkat mengakibatkan perubahan iklim sehingga memperparah penurunan kualitas lingkungan hidup karena itu perlu dilakukan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
                  Maka dapat diketahui bahwa kepentingan yang akan dilindungi dalam UUPLH yaitu kehidupan manusia, kelestarian fungsi lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Tindak pidana di bidang lingkungan hidup biasanya (banyak) yang terkait dengan pengaturan atau berkenan dengan perbuatan pelanggaran atas kebijakan penguasa administratif yang biasanya bersifat preventif, dan terkait dengan larangan bertindan tanpa izin. Hal ini menjadikan muncul pendapat bahwa kewenangan hukum pidana untuk melakukan penyidikan dan pemeriksaan selebihnya hanya akan dimungkinkan jika sarana lain (penegakan hukum lainnya) telah diupayakan dan gagal (daya kerja subsidiaritas hukum pidana). Memandang ultimum remedium hukum pidana sebagai upaya terakhir, atau penjatuhan pidana jika sanksi-sanksi hukum lainnya (administratif atau perdata) terbukti tidak memadai dalam menanggulangi kasus lingkungan hidup. Pandangan ini tidak sepenuhnya mengandung kebenaran atau mutlak untuk dijalankan, oleh karena bisa terjadi adanya keengganan pihak pemerintah untuk melakukan tindakan administratif atau pemerintah setempat enggan untuk terlibat dalam kasus tersebut karena adanya hubungan kepentingan personal yang mana pengusaha tersebut memiliki hubungan dengan partai politik atau pihak penguasa, apakah tetap melaksanakan hukum pidana sebagai upaya terakhir, sementara telah terjadi pelanggaran terhadap lingkungan bahkan telah menimbulkan kerugian serta memunculkan rasa ketidakadilan.
                  Penerapan ketentuan pidana perlu memperhatikan asas subsidiaritas sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum UUPPLH. Penjelasan umum UUPPLH menyebutkan: “ … Penegakan hukum pidana lingkungan tetap memperhatikan asas ultimum remedium yang mewajibkan penerapan penegakan hukum pidana sebagai upaya terakhir setelah penerapan penegakan hukum administrasi dianggap tidak berhasil. Penerapan asas ultimum remedium ini hanya berlaku bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan.”. Penjelasan umum UUPPLH tersebut, hanya memandang hukum pidana sebagai upaya terakhir (ulmitimum remedium) bagi tindak pidana formil tertentu, yaitu pemidanaan terhadap pelanggaran baku mutu air limbah, emisi, dan gangguan, sebagaimana diatur dalam Pasal 100 UUPPLH. Sementara untuk tindak pidana lainnya yang diatur selain Pasal 100 UUPPLH, tidak berlaku asas ultimum remedium, yang diberlakukan asas premium remedium (mendahulukan pelaksanaan penegakan hukum pidana). Pandangan hukum pidana dapat dipergunakan sebagai instrumen dalam rangka perlindungan terhadap lingkungan hidup, membawa konsekuensi terhadap keterjalinan hukum pidana dengan hukum administrasi.
      Keterjalinan upaya penyidikan hukum pidana dengan sarana hukum administrasi (yang lebih cenderung melaksanakan tugasnya dalam rangka prevensi atau memandang pelanggaran masalah lingkungan sebagai yang harus dipecahkan, diberi nasehat dan/atau perbaikan keadaan) akan menjadikan penegakan hukum lingkungan lebih baik jika berjalan dengan bersinergi, atau menjadi kendala jika tidak bersinergi.




















      BAB III
      PENUTUP
      Keimpulan
      1.            Penegakkan hukum lingkungan dapat dilakukan dengan pemberiab sanksi yang berupa sanksi administrasi.
      2.            Penanganan kasus pidana lingkungan dilakukan dalam kerangka kerjasama terpadu mencegah dan meminimalkan adanya perbedaan-perbedaan dalam persepsi dan aparat pemerintah daerah serta instasi sektoral yang terkait memberikan dukungan penuh.
      3.            Selanjutnya, juga perlu terbina persamaan persepsi dan pemahaman antara saksi-saksi, ahli dan penuntut umum terhadap aspek teknis dan hukumnya guna dapat dikontruksikannya aspek teknis dan aspek yuridis secara tepat, Pemikiran lebih lanjut mengenai gagasan penegakan hukum satu atap (kuhususnya untuk tindak pidana lingkungan) di Indonesia perlu dilakukan penyiapan terhadap sistem pengembangan karir dan insentif bagi sejumlah polisi dan jaksa yang akan direkruit.
















      DAFTAR PUSTAKA

      Azhar, Penegakan Hukum Lingkungan di Indonesia, palembang, Universitas Sriwijaya, September, 2003.
      Eggi Sudjana Riyanto, Penegakan Hukum Lingkungan dan Perspektig Etika Bisnis di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1999





















      KATA PENGANTAR

      Segala puji bagi Allah SWT Tuhan seru sekalian alam, yang maha besar, yang maha pengasih lagi maha penyayang terhadap semua mahluknya.
      Salawat dan salam atas junjungan kita nabi besar Muhammad SAW sebagai seorang nabi yang mana diutus oleh Allah SWT untuk menyempurnakan akhlak manusia dan sebagai seoran manusia sempurna yang juga telah membawa umat manusia dari alam kegelapan, dari alam kebodohan menjadi alam yang terang benderang dan dalam naungan agama islam.
      Makalah yang berjudul “Penegakan Hukum Pidana Lingkungan ” adalah sebuah makalah yang yang mana dalam makalah ini membahas tentang pidana Lingkungan Di Indonesia.
      Selanjutnya sebuah ungkapan terima kasih yang sedemikian besar kepada Bapak Dosen yang telah memberikan tugas makalah ini sebab pengetahuan tentang Hukum Lingkungan yang saya ketahui semakin bertambah dan itulah yang sesungguhnya saya inginkan.
      Demikian dan sebelum saya akhiri, tentunya banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini dan kekurangan itu butuh saya rasa butuh kritik dan saran yang konstruktif demi pemyempurnaan makalah ini.
      Terima kasih
      Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

                                          Makassar, 11 Januari 2012


                                                        Penulis


      0 komentar:

      Posting Komentar

      Total Pageviews

      Blogger news

      Diberdayakan oleh Blogger.

      Popular Posts

      Followers

      Followers

      Featured Posts

      Subscribe To RSS

      Sign up to receive latest news