Sengketa tanah merupakan salah satu
masalah yang tidak mudah diselesaikan dan harus diselesaikan secara
hati-hati. Sebab, nuansa kekerasan begitu terasa setiap kali sengketa
tanah terjadi.
Tak hanya disimbolkan dengan kehadiran
alat berat atau aparat, tapi juga benturan fisik antar pihak yang
bersengketa. Masalah sengketa tanah tidak hanya menyangkut
undang-undang, tapi juga implementasinya di lapangan. Penyelesaian
melalui jalur hukum (litigasi) pun tidak dapat selalu menjanjikan
keadilan, sedang jalan damai (nonlitigasi) juga tak mudah untuk
ditempuh.
Demikian disampaikan Abu Rokhmad SAg
MAg dalam desertasinya yang berjudul Reformulasi Penyelesaian
Nonlitigasi Sengketa Hak Atas Tanah Perspektif Hukum Islam, saat ujian
promosi terbuka Program Doktor Ilmu Hukum Pascasarjana Undip, Kamis
(15/4) di gedung Pascasarjana Undip.
Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo
itu diuji oleh tim penguji yang terdiri atas Prof Dr Ir Sunarso, Prof Dr
Afdhol SH, Prof Dr Esmi Warassih Pujirahayu, Prof drs Y Warella, Prof
Dr Arief Hidayat, Prof Dr Yos Johan Utama, Dr R Benny Riyanto SH, Prof
Dr Yusriadi (promotor), dan Prof Abdullah Kelib (Co promotor). Abu Rokhmad lulus dengan predikat sangat memuaskan, dan nilai kumulatif 3,60.
Menurutnya, negosiasi dan mediasi
adalah cara penyelesaian sengketa tanah terbaik. Karena itu kedua model
penyelesaian ini perlu dilembagakan dalam suatu ketentuan. “Sebaiknya
penagdilan menjadi jalan terakhir dalam penyelesaian sengketa,” ujarnya.
Penyelesaian secara nonlitigasi pada
sengketa tanah penting dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa.
Alasannya karena karakteristik sengketa tanah yang unik, basis sosial
dan budaya hukum masyarakat, terbatasnya kemampuan pengadilan dalam
menyelesaikan sengketa tanah, dan peraturan presiden (PP) No 10 tahun
2006, peraturan dan keputusan kepala BPN, serta petunjuk pelaksanaan
mediasi yang mendukung upaya nonlitigasi.
“Cara nonlitigasi berakar pada
konsensus, musyawarah atau penyelesaian damai antar kedua belah pihak.
Bukan untuk mencari kemenangan mutlak pada satu pihak dan kekalahan di
pihak lain, namun agar sengketa dapat diakhiri dengan menjadikan semua
pihak sebagai pemenang (win-win solution),” papar dia.
Prof Dr Yos Johan Utama memuji inovasi
baru yang ditawarkan yakni mencakup prinsip keesaan atau ilahiah,
keseimbangan atau kesejajaran sosial, kehendak bebas dan tanggung jawab,
persaudaraan, dan tidak bertentangan dengan hukum nasional. Cara-cara
dengan paradigma al-rahmaniyyah ini diharapkan menjadi terobosan baru
dalam menyelesaikan perkara sengketa tanah.
0 komentar:
Posting Komentar